DALAM kesibukan rutinitas sehari-hari, Al Faqir masih menyempatkan diri untuk mengikuti kegiatan resepsi Tujuhbelasan. Biasanya mendapatkan jatah, memberikan kultum alias Kuliah Terserah Antum (Pesenane Pusat) plus memimpin doa.
Ternyata salah satu panggung gembira dengan tema “Patlikur Colorful Festival” belum bisa datang tepat waktu. Akhirnya, seizin panitia, Al Faqir didapuk membaca puisi perjuangan. Setelah buka literasi puisi-puisi kemerdekaan dan perjuangan, karangan Taufik Ismail; “Kita Adalah Pemilik Sah Negeri Ini” menjadi pilihan.
Taufiq Ismail seorang penyair Indonesia dan pujangga dengan karya-karya penuh kritik dan realita itu menurut Al Faqir selain tidak terlalu panjang, juga masih relevan dengan kondisi saat ini. Ya, kita sudah merdeka, tapi belum sepenuhnya merdeka.
Inilah Karya Taufiq Ismail yang mendapatkan gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah:
Kita Adalah Pemilik Sah Negeri Ini
Tidak ada pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya, inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus.
Jujur, saya teringat dengan petuah Almaghfirullah yarham Mbah Maimoen Zubair saat ketemu di sela-sela pelaksanaan ibadah haji tahun 2019, tepat 4 hari sebelum beliau wafat, hari Selasa, 6 Agustus 2019 di Hotel Sofwah Orchid Mekkah Al Mukaromah.
Sebagai kekasih Allah SWT yang telah dipertunjukkan kekuasaan oleh Sang Khaliq, tubuh jenazah Mbah Maimoen Zubair masih utuh di muktabaroh Jannatul Ma’la Makkatul Mukaromah. Inti dawuhnya; “Saya ini NU 24 karat, mengapa saya tetap di PPP semua itu menjadi penyeimbang. Noto umat. Karena banyak pemimpin dan penguasa, sedang bareng-bareng (bersama) penjajah, supoyo uripe penak (hidupnya nyaman), ada juga rakyat nggak duwe jiwa patriot, pokoke meluh sing menang. Onok ugoh wong sing seneng dijajah. Kuwe kudu duwe karep isok ngewange noto negoro. (Ada juga rakyat tidak punya jiwa bela negara pokoknya ikut yang menang. Bahaya lagi, ada yang memang senang dijajah, saudara harus punya keinginan membantu menata negara).
Landasan apa, sehingga kita wajib bela negara dan tanah air? Tentu Al Qur’an, Hadits sebagai as-sunah, ijmak (kesepakatan ulama) dan akal budi pekerti kita. Sesuai firmanNya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) serta ulil amri di antara kamu” (QS. An-Nisa: 59).
Selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, ulil amri dalam memerangi pihak-pihak yang membenci dan melawan mereka di negeri-negeri mereka. Maka sudah menjadi kewajiban untuk taat dan ikut menjaga negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun dalil dari sunnah di antaranya HR Imam Muslim, nomor 1852, dari Arfajah, ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ، أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ، فَاقْتُلُوهُ
“Jika ada orang yang datang kepada kalian, ketika kalian telah sepakat terhadap satu orang (sebagai pemimpin), lalu dia ingin merusak persatuan kalian atau memecah jama’ah kalian, maka perangilah ia”.
Dari Sa’id bin Zaid ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Barangsiapa yang terbunuh ketika mempertahankan hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh ketika mempertahankan agamanya, maka ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh ketika mempertahankan darahnya, maka ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh ketika membela keluarganya, maka ia syahid” (At-Tirmidzi berkata: hadits ini hasan shahih). Semoga uraian diatas menambah keyakinan kita lebih mencintai negeri, merasa memiliki sebagai pemegang estafet bagi anak cucu. Wallahu a’lam bish-showab. (*)
Penulis HS Makin Rahmat SH MH, Santri Pinggiran, Wartawan UKW Utama No. 2550-PWI/WU/DP/IV/2012 dan Ketua SMSI Jatim.