Sabtu, 23 September 2023
29 C
Surabaya
More
    Renungan PagiMari Menanamkan Jiwa Nasionalis

    Mari Menanamkan Jiwa Nasionalis

    HAMPIR di seluruh tanah air, masyarakat gegap gempita merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke 78. Mulai lomba tradisional, pasang umbul-umbul, bendera merah putih, sampai malam tasyakuran kemerdekaan hingga panggung resepsi.

    Mengapa rakyat begitu antusias dan bersemangat ikut perayaan HUT RI ke 78? Jawaban singkat dan jelas, kita memiliki rasa cinta tanah air dan benih-benih jiwa nasionalisme.

    Dalam bahasa, kata nasionalisme berasal dari kata nation berarti bangsa. Istilah nasionalisme yang telah diserap ke bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri serta kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa. Nasionalisme dalam arti sempit dapat diartikan sebagai cinta tanah air.

    Sempat terbayang ketika Al Faqir berjamaah melaksanakan thowaf wada (pamitan) doa yang dibaca dalam tujuh putaran diantaranya, Qur’an surat Al-Qashash ayat 85:
    إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ
    “Sesungguhnya (Allah) mewajibkan atasmu (Muhammad) untuk melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.”

    Baca juga :  Mengagungkan Bulan Akhlak

    Dalam beberapa literasi, khususnya hujjah Ali Al-Jurjani di kitabnya al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-wathan al-ashli.
    اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
    “Al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327)

    Maka mencintai tanah air adalah sifatnya alami pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. Hebatnya, ternyata memberikan rujukan pasti bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan maksimal membangun kehidupan berbangsa bernegara, dan memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.

    Baca juga :  Mengagungkan Bulan Akhlak

    Dari uraian diatas menambah keyakinan Al Faqir, bisa jadi saudara sebangsa dan setanah air yang ikut memiliki jiwa nasionalisme.

    Para mufassir dalam menafsirkan kata “معاد” terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata “معاد” dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah. Tempat terbaik bagi umat muslim.

    Tentu subyektif kami, dalam takaran cinta tanah air berpulang dari mana seseorang. Tentu Al Faqir yang dilahirkan di bumi Pertiwi, besar dan bekerja serta mengabdi di Indonesia, tentu hubbul Wathon Minal Iman (cinta tanah air sebagian dari iman) harus tumbuh subur, dengan kadar 24 karat.

    Contoh sederhana, hati ini rasanya bergemuruh saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Begitu pula, bila ada bendera merah putih bertengger gagah berkibar sebagai bukti nyata negara Indonesia berdaulat dan diakui dunia. Tanpa terasa air mata menetes sebagai wujud bangga dan bahagia.

    Baca juga :  Mengagungkan Bulan Akhlak

    Maka kita telaah kelanjutan dari QS Al Qoshos ayat 85:
    قُلْ رَّبِّيْٓ اَعْلَمُ مَنْ جَاۤءَ بِالْهُدٰى وَمَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
    “….Katakanlah (Muhammad) Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.”

    Tentu saja sebagai warga negara dan hambaNya yang beriman, berharap serta memohon selalu mendapatkan petunjuk, dan diberikan kekuatan untuk mengisi kemerdekaan sebagai bukti memiliki jiwa nasionalis dan cinta tanah air. Isi kemerdekaan dengan karya, keahlian dan sumbangsih bagi negeri.

    Sekali lagi, marilah berlomba-lomba berbuat kebaikan jangan sampai terpelosok dalam kesesatan. Siapa yang menabur benih pasti akan menuai hasil (panen). Ayo terus kita kibarkan bendera Sang Saka Merah Putih. Merdeka. Wallahu a’lam bish-showab. (*)

    Penulis : HS Makin Rahmat SH MH, Santri Pinggiran Wartawan UKW Utama dan Ketua SMSI Jatim.

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan