Pernahkah mokel pada puasa Ramadlan ?

Kajian Ramadhan ini diasuh Univ. Darul Ulum Jombang hari ke 19

Pernahkah mokel pada puasa Ramadlan ?

Fidyah tersebut diberikan kepada fakir miskin)menurut al-Syafi’iyyah dan Hanabilah. Sementara bagi al-Malikiyah : seorang yang sedang hamil hanya Qadha’ dan tidak membayar fidyah (Al-fiqh al-Islami wa’adillatuhu Vo. III 1693-1702)

2. Orang Tua (Jompo atau orang yang lemah secara fisik )
Jumhur Ulama membolehkan bagi seseorang yang sudah tua,lemah secara fisik yang berkelanjutan untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadlan dan tidak diwajibkan untuk mengqadha’ puasanya, namun tetap diwajibkan untuk membayar fidyah setiap hari dengan member makan orang miskin. (Q.S.al-Baqarah: 184).

Ini juga diberlakukan bagi seorang yang sedang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh, mereka cukup membayar fidyah dan tidak mengqadha’puasanya.(Q.S.al-Hajj : 78), Namun apabila ada harapan untuk sembuh,maka boleh tidak berpuasa, namun harus mengqadha’ puasa diluar bulan Ramadlan, tanpa membayar fidyah

3. Orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat) untuk makan dan minum
Seseorang diperbolehkan untuk membatalkan puasa dalam kondisi yang benar-benar dharurat, dan terpaksa, jika tidak membatalkan puasa akan berakibat fatal dan bahaya pada bagian dan seluruh dirinya baik secara fisik dan psyikis, namun diwajibkan untuk mengqadha’diluar bulan Ramadlan. (al-Baqarah : 195)

4. Musafir (orang yang sedang bepergian)
Q.S. al-Baqarah; 185 : “…Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu………”

Menurut Jumhur ulama’ bahwa Musafir yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa adalah perjalanan yang jaraknya89 KM yang biasanya seseorang akan melakukan jama’ taqdim ataujama’ ta’khir sholat.

Dan perjalanan itu dimulai sebelum terbitnya fajar. Ia diperbolehkanuntuk tidak berpuasa, namun harus Qadha’ (mengganti puasa wajib diluar bulan Ramadlan).

Menurut Ulama Hanabilah : diperbolehkan untuk berbuka puasa disiang hari, walaupun berangkat bepergiannya dipagi atau siang hari dengan alasan yang sangat kuat, seperti sakit.

Bagi kalangan Al-Syafi’iyyah para musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa disiang hari dengan syarat : a. Tidak Mudim al-Safar (orang yang selalu dalam perjalanan) seperti Sopir Bus, Sopir Truk,kecuali didalam perjalanan ada kesulitan (masyaqqah) yang membuat ia tidak berpuasa, b. Tidak berniat untuk berdiam selama 4 hari dan tidak berpuasa, c. Sudah melakukan niat dan sahur dimalam hari.

5. Orang yang hidup dalam tekanan (Paksaan) :
Orang yang sedang hidup dalam tekanan (pelarangan berpuasa), diperbolehkan untuk tidak berpuasa disiang hari, namun tetap diwajibkan untuk qadha’ diluar bulan Ramadlan.

Para pekerja berat : Menurut Jumhur ulama, para pekerja berat seperti tukang besi, al-Tukang batu, kuli dan pekerja bangunan, penambang (ummalal-Manajim) . diperbolehkan untuk tidak berpuasa/membatalkan puasa disiang hari, namun mereka diwajibkan untuk makan sahur danberniat untukberpuasa, jika pada proses bekerja dan mengharuskan dirinyauntuk makan atau minum, maka diperbolehkan untuk membatalkan puasanya. Namun tetap diwajibkan untuk mengqadha’ puasa diluar bulan Ramadlan. ((al-Nisa’: 29).

Karena puasa adalah salah satu ibadah yang bersifat privat dan sangat personal, rahasia yang boleh diketahui oleh orang yang berpuasa dan Allah saja. Maka, kesempurnaan puasa seseorang dikembalikan kepada kesadaran personal.

Apabila seorang musafir yang sudah memenuhi syarat diperbolehkannya tidak berpuasa, namun dia tetap menjalankannya sampai maghrib, itu akan lebih baik disisi Allah swt
Semoga Ramadlan tahun ini lebih berkualitas (Khairun) dari Ramadlan sebelumnya..Amin ya rabbal’alamin (*)