“Sebab, pembiayaan politik yang mahal mendorong pejabat yang terpilih semakin tidak peduli pada rakyat,” ujar LaNyalla.
LaNyalla meminta agar PPATK lebih transparan lagi terkait dengan aliran dana tersebut agar rakyat tidak salah memilih pemimpinnya. Pada saat yang sama, tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu menilai hal ini harus dijadikan momentum untuk kembali kepada demokrasi Pancasila.
“Amanat reformasi untuk menghilangkan KKN telah gagal total. Indeks korupsi Indonesia malah semakin tinggi dan memburuk. Karena itu, sistem bernegara ala liberal ini tidak bisa kita teruskan. Wajib kita koreksi,” urainya.
Kita harus kembali kepada sistem bernegara yang diatur di UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya kita perbaiki dan sempurnakan kelemahannya dengan Amandemen melalui teknik addendum. Sehingga tidak menghilangkan konstruksi aslinya.
“Demokrasi Pancasila adalah sistem asli yang sesuai dengan kebutuhan bangsa yang super majemuk ini. Karena semua elemen bangsa berada di lembaga tertinggi yang mengatur presiden sebagai mandataris rakyat, sehingga rakyat penentu arah perjalanan bangsa ini. Bukan hanya Parpol dan Presiden,” pungkasnya. (*)