Malang  

DK PWI Pusat Serukan Anggota dan Pengurus Organisasi PWI Wajib Taati Aturan 

DK PWI Pusat Serukan Anggota dan Pengurus Organisasi PWI Wajib Taati Aturan 

Menurut Sasongko DK PWI Pusat mencatat kelemahan pemahaman PD PRT, KEJ dan KPW sangat menonjol dalam priode ini. Bahkan banyak pengurus di tingkat pusat maupun daerah yang tidak membaca secara lengkap aturan organisasi, mengakibatkan terjadinya penafsiran sendiri beberapa aturan yang sebenarnya telah baku.
Untuk mengatasi hal tersebut
program sosialisasi aturan organisasi memang perlu lebih ditingkatkan dengan melibatkan DK dan DKP. 4.

Penguatan peran dan fungsi DK dan DKP se Indonesia sangat penting dan mendesak sebagai bagian kekuatan kontrol dan penyeimbang. Sebab, hanya lembaga Dewan Kehormatan yang diberi wewenang mengawasi dan mengontrol ketaatan anggota dan pengurus organisasi serta menjatuhkan sanksi yang mengikat (PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26).

Seperti diatur secara khusus dalam aturan KPW, DK tidak hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap wartawan anggota PWI dalam menjalankan tugas profesi melainkan juga dalam menjalankan roda organisasi. Ini belum dipahami sebagian anggota.

Sekretaris DK- PWI Pusat tidak lupa mengingatkan
Pengurus Harian PWI dan DK atau DKP adalah satu kesatuan Pengurus PWI Pusat yang dipilih dalam Kongres dan konferensi dengan tugas dan fungsi masing masing. Untuk itu DK-DKP dan Pengurus Harian PWI ditingkat pusat dan daerah harus saling menghormati dalam menjalankan tugas bersama dengan menjalin komunikasi yang baik berdasarkan prinsip keakraban fungsional. Posisi DK dan DKP mengawal kepengurusan PWI di Pusat dan Provinsi agar sukses dan berjalan baik tanpa ada pelanggaran terhadap PD PRT, KEJ dan KPW.

DK dan DKP menyadari sebagai lembaga yang diberikan kewenangan tunggal dan mutlak dalam memutuskan dan memberikan sanksi atas terjadinya pelanggaran PD PRT, KEJ dan KPW ( PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26) haruslah dapat menjalankan fungsinya secara baik dan konsisten semata hanya demi kepentingan organisasi.
” Secara universal kemerdekaan pers adalah syarat utama demokrasi. Namun, syarat utama mewujudkan kemerdekaan pers sangat bergantung pada tingkat ketaatan wartawan mematuhi peraturan perundang- undangan di bidang pers, peraturan organisasi,kode etik professi wartawan, dan kode perilaku wartawan. Tanpa itu semua, wartawan gagal memahami esensi demokrasi,” tambah Sasongko.

Pengalaman dan perjalanan selama 4 tahun ini memberikan diskursus dan pembelajaran penting bagi organisasi bahwa dalam kenyataannya peran dan fungsi DK dan DKP bisa sekaligus menjalankan fungsi penyeimbang atau check and balance karena pelanggaran yang terjadi bisa dilakukan dan bahkan pengurus sendiri dalam menjalankan organisasi. Tanpa kewenangan itu, pelanggaran- pelanggaran organisasi oleh pengurus tidak bisa ditangani. Sesuai PD PRT, pengurus PWI memang dapat mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam kongres atau konferensi. Namun DK dan DKP, sesuai PD PRT dan KPW yang sama berkewajiban dan memiliki hak untuk menjalankan tugas dan fungsinya setiap saat. Adapun keputusan DK dan DKP tergantung pada jenis pelanggarannya. Hal ini perlu dipahami bersama dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.

” Mari kita bersama-sama mengelola organisasi secara profesional, menjunjung PD PRT, dan mematuhi KEJ dan KPW dengan sebaik-baiknya. Letakkan semua hal di atas landasan regulasi dan etika profesi, bukan atas dasar kekuasaan, ” ajak Sasongko mengakhiri laporannya yang disambut aplaus panjang peserta.

Konferensi Kerja Nasional PWI se Indonesia diselenggarakan 21-22 di Kota Malang. Konkernas itu pertama kali diselenggarakan Pengurus PWI Pusat, sesuai amanat PD/PRT yang mengharuskan penyelenggaraannya minimal satu kali dalam satu prioden. Konkernas DK PWI Pusat yang diselenggarakan 17 November lalu adalah yang ketiga kali. (*)