Lima Tokoh akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Lima Tokoh akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Presiden Jokowi didampingi Mensesneg Pratikno menerima Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11/2022).

JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh yang dianggap berjasa besar pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka dipilih berdasarkan usulan masyarakat dan telah melalui sejumlah proses seleksi.

Menurut Menko Polhukam, Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, pihaknya sudah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo, dan memutuskan bahwa tahun ini memberikan lima gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan NKRI.

“Kelima tokoh ini telah ikut berjuang mendirikan NKRI melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat,” kata Mahfud MD dalam konferensi pers secara virtual di Youtube Kemenkopolhukam, Kamis (3/11/2022).

Menurutnya, penganugerahan gelar pahlawan kepada lima tokoh tersebut, dipilih berdasarkan usulan masyarakat dan telah melalui sejumlah proses seleksi.

Pertama, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum DR. dr. H. R. Soeharto dari Jawa Tengah yang dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan setelah kemerdekaan, almarhum DR. dr. H. R. Soeharto ikut serta dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.

“Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” ungkap Mahfud.

Kedua, almarhum KGPAA Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam dari tahun 1937-1989. Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum KGPAA Paku Alam VIII antara lain bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sehingga NKRI menjadi utuh hingga saat ini.

“Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke NKRI dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946,” katanya.

Ketiga, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra, dari Kalimantan Barat. Menurut Mahfud, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan. Bahkan, almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.