Pasalnya, menurut dia, sekitar tahun 1967, pembangunan di Jakarta mulai menggunakan pasir yang ditambang dari Ciliwung. Kemudian pada 1970, Ciliwung mulai tercemar limbah, termasuk limbah plastik.
“Bukan waktunya lagi kita semua saling menyalahkan satu sama lain dan seharusnya aksi bersih-bersih ini dapat dilakukan bekerja sama dengan seluruh stakeholders yang ada, baik pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, maupun pelaku usaha,” imbuhnya.
Kegiatan bersih-bersih tersebut turut melibatkan UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, pramuka MTsN 23 Jakarta, warga sekitar lokasi, dan masyarakat umum.
Rangkaian kegiatan bersih-bersih dimulai dengan pembagian kelompok dan mobilisasi ke titik pembersihan. Kemudian, dilanjutkan dengan pemungutan sampah oleh kelompok-kelompok yang telah dibagikan dan ditutup dengan penimbangan sampah.
Guna memeriahkan acara, terdapat hadiah yang diberikan kepada kelompok dengan jumlah sampah terbanyak. (rls)





