Khoiruddin Anas, S.Sos, ME (Dosen Ekonomi Pembangun Fakultas Ekonomi Universitas Darul’Ulum, Jombang)
Hari raya idul fitri identik dengan arti kembali suci. Makna Idul fitri dapat pula diartikan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang diperoleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Puasa romadlon adalah salah “jihadun nafsi” muslim “ perang besar” melawan diri sendiri.
Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Idul fitri berasal dari dua kata “id” dan “al-fitri”. Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu, yang artinya kembali. Hari raya disebut „id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Kata id merupakan turunan kata Al-Adah, yang artinya kebiasaan.
Hal ini karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. Sementara kata fitri memiliki dua makna yang berbeda menurut beberapa pendapat. Kata fitri bisa berarti “berbuka puasa” atau “suci”. Fitri juga bermakna berbuka “puasa” berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo – yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah SAW yang artinya :
”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.” Dalam Riwayat lain: “Nabi SAW. Makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR Bukhari).
Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya”
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq „alayh). Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq „alayh).
Pada saat Hari Raya Idul Fitri ada sbeuah tradisi yang umumiyah diakalangan umat islam yaitu sebuah perayaan yang berlangsung selama dua hingga tiga hari, di mana pada pagi hari di hari pertama Idul Fitri umat Islam akan melakukan sholat Ied. Di saat yang bersamaan umat Islam akan saling mengucapkan selamat Idul Fitri dengan berjabat tangan dan pelukan formal. Tidak berhenti di situ, di rumah-rumah juga akan disediakan hidangan-hidangan manis serta hadiah-hadiah yang kerap diberikan kepada anak-anak dan mereka yang membutuhkan. Umat Islam pada hari Fitri akan saling bermaaf-maafan. Tradisi-tradisi ini akan bervariasi dari tiap-tiap daerah dan negara.
Efek, dampak ekonomi yang timbul Dari tradisi “perayaan” Hari Raya Idul Fitri ini adalah melonjaknya harga karena banyaknya permintaan barang untuk keperluan perayaan, seperti makanan jajanan/kue suguhan, minuman dan pakaian serta assesoris yang lain seperti emas, HP dan lain sebagainya. Pakaian (dari sandal /sepatu ke atas) merupakan salah satu hal yang sangat penting di konsumsi (pakai) saat hari raya. Karena pakaian adalah “mahkota” derajat seseorang.
Pemenuhan kebutuhan hari raya untuk pribadi atau untuk lembaga tidak terasa menjadi sebuah problem ekonomi tersendiri (karena tradisi “memberi” parcel dan THR). Masalah ekonomi dihadapi oleh semua pelaku ekonomi. Baik pribadi, keluarga, perusahaan sampai dengan pemerintah. Yang bisa mengatasinya merupakan keberhasilan, tetapi bagi yang belum, merupakan beban yang harus diselesaikan tanpa membebani pihak lain. Kenyataannya banyak
yang mencari “jalan pintas” dengan berhutang untuk mendapat solusi. Tapi sebenarnya justru akan menambah masalah serta beban yang dipikul kemudian hari. Mengajukan “kredit” ke “Bank” atau lembaga simpan pinjam, serta yang paling diminati “kaum milenial” yakni Pinjol (Pinjaman Online). Dengan syarat mudah dan proses cepat sambil “rebahan” pun pencairan dana bisa langsung dilakukan. Apalagi kita dalam bulan Ramadhan menyambut Hari Raya, pastilah kemudahan ini sangat menggiurkan.
Dalam tradisi inilah sering kali kita temui para “kaum hawa” khusunya, berlomba – lomba untuk mempercantik dirinya di depan sanak saudara, kerabat dekat maupun jauh. Tidak jadi masalah bila sesuai dengan pendapatannya. Yang menjadi masalah, bila berlebihan dalam berdandan hingga sampai berhutang hanya demi penampilan. Yang ujung-ujungnya hanya ingin mendapat pujian dari orang lain. Coba pikirkan lebih dalam!. Berhutang hanya demi penampilan
luar tidak akan bertahan lama, namun beban hutangnya masih bisa dirasakan sampai hitungan bulan bahkan tahun ke depan.
Bagi para pelaku usaha mampu mendapatkan keuntungan besar, yang artinya pemberi pinjaman mendapatkan keuntungan terus mengalir sampai batas waktu pinjaman berakhir. Belum lagi bila para “konsumen” yang tidak melunasi hutangnya akan mendapat beban “bunga” yang bertambah dari hari kehari. Ini merupakan strategi pelaku ekonomi untuk bisa mengembangkan usahanya. Tapi, kerugian besar sebagai pembeli yang harus membayar pinjaman yang manfaatnya hanya sebentar. Belum lagi kalau perilaku “konsumtif” tanpa memperhatikan aturan agama “Islam” terus dibiasakan. Pasti berujung seperti peribahasa “gali lubang tutup lubang”. Ingatlah bahwa hutang akan tetap tercatat bila belum lunas, bahkan sampai meninggal akan tetap dianggap berhutang bila sang pemberihutang tidak mengikhlaskan hutangnya.
“ Barangsiapa mati dan masih berhutang satu dinar atau dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan (diambil) amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) tidak adalagi dinar dan dirham.” (HR IbnuMajah ~ shahih)
Dalam hutang piutang terdapat kepercayaan orang lain didalamnya. Bila ingin dipercaya orang hendaknya tidak mengingkarinya. Lebih baik lagi ,jika kita berusaha untuk mengindari hutang bagaimanapun caranya. Dengan pandai “bersyukur” atas segala nikmat yang diberikan Tuhan, bersikap jujur / apa adanya. Selalu melihat kebawah (banyak orang lain yang ternyata lebih kekurangan), membiasakan bersedekah, serta selaluberfikir “positif” atas segala sesuatu yang menimpa kepadakita. Jadi berlebih – lebihan dalam menyambut “Idul Fitri” hendaknya dihindari. Karena kita sebagai “hamba Allah” sudah dijamin “rezeki” nya oleh Sang Pencipta.
Ada sebuah kisah kedua cucu rasulullah ketika lebaran tidak punya baju lebaran. Al Hasan dan Al Husain tak memiliki pakaian baru untuk lebaran, sedangkan hari raya sebentar lagi akan datang, mereka bertanya pada ibunya Sayyidah Fatimah Az-Zahra. “Wahai umma anak anak di madinah telah dihiasi dengan pakaian pakaian baru kecuali kami mengapa umi tidak menghiasi kami?”
Sayyidah Fatimah menjawab: “sesungguhnya baju kalian masih berada di tukang jahit”
Ketika malam takbir tiba mereka mengulang pertanyaan yang sama, Sayyidah Fatimah menangis karena tidak memiliki uang untuk membeli baju buat kedua buah hatinya itu.
Setelah kedua anak²nya tertidur ada orang mengetuk pintu rumah beliau, Sayyidah Fatimah bertanya “Siapa diluar?” Orang itu menjawab.
“Wahai putri Rasulullah aku adalan tukang jahit, membawa hadiah pakaian untuk putra²mu” maka Sayyidah Fatimah pun membuka pintu dan tampak seseorang membawa sebuah bungkusan dan menyerahkan nya pada Sayyidah Fatimah, setelah mengucap terimakasih Sayyidah Fatimah menutup pintu rumahnya dan membuka bingkisan itu, terdapat 2 gamis, 2celana, 2mantel, 2 sorban serta 2 pasang sepatu hitam yang sangat indah.
Kemudia Sayyidah Fatimah membangunkan kedua putra kesayangannya serta memakaikan pakaian tersebut yang sangat pas di badan mereka.
Menjelang subuh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam datang dan melihat kedua cucunya sudah di hiasi dengan pakaian dari bingkisan tersebut, kemudia Rasulullah menggendong kedua cucunya dan mencium mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Rasulullah bertanya “wahai putriku apakah engkau melihat tukang jahit tersebut?” Sayyidah Fatimah Az-Zahra menjawab “iya aku melihatnya”
“Duhai putriku, dia bukanlah tukang jahit, melainkan malaikat Ridwan penjaga syurga” “Penghuni langit dan bumi akan bersedih jika kedua cucuku bersedih”
Riwayat yang memilukan ini dinarasikan oleh Ibnu Syahr Asyub dari Al-Ridha dan dinukil oleh Hakim al-Naisaburi dalam kitabnya al-Amali.
Untuk meneladani kisah di atas para ahli bijak menciptakan sebuah lagu yang sering kita dengarkan di masa kecil : (mari kita nyanyikan bersama)
Baju baru Alhamdulillah