SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Setelah terjadi peristiwa politik yang mengagetkan denganbertemunya dua tokoh nasional Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada Rabu (12/1/2022) lalu, masyarakat Surabaya dikejutkan beredarnya foto Airlangga, yang berpasangan dengan Khofifah Indar Parawansa, di sejumlah videotron di Kota Surabaya.
Videotron tersebut beradar dan menjadi perhatian masyarakat Surabaya. Malahan menjadi bahan diskusi di warung warung kopi. Videotron tersebut pertama kali muncul pada Kamis (27/1/2022), di lima titik, yakni di Jalan Indragiri, Mayjen Sungkono, JPO Jalan Basuki Rahmat, JPO Pemuda dan depan Kebun Binatang Surabaya.
“Menurut saya hal seperti itu (memasangkan calon) termasuk bagian dari ikhtiar untuk menuju Pilpres 2024,” kata pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam, Jumat (28/1/2022)
Menurut Surokim, sukarelawan atau kelompok-kelompok tertentu ingin mengetes ombak untuk melihat sejauhmana respons publik terkait dengan bakal pasangan calon pada Pilpres 2024.
“Mereka sebenarnya juga ingin melihat dan mengukur sejauhmana antusiasme publik bagus atau tidak. Tone-nya positif atau tidak, sehingga bisa diketahui sentimennya,” ujarnya peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) itu.
Selain itu, tentu banyak juga maksud-maksud terselubung yang hendak disasar. Menurut Surokim, hal itu sah-sah saja sebagai ikhtiar politik atau partisipasi para sukarelawan. Bahkan, ia berpikir itu selangkah lebih maju karena dilempar ke publik secara berpasangan. Karena dalam kontestasi pilpres, elektabilitas yang paling penting adalah elektabilitas berpasangan.
“Terlepas itu by design atau kebetulan, tentu ini juga bisa menjadi langkah cerdas yang bisa memberi efek positif untuk Partai Golkar di Jatim. Apalagi, yang digandeng adalah Gubernur Jatim yang sudah menjabat dan punya pendukung dan basis pemilih di Jatim,” jelasnya.
Di lain hal, kata Surokim, itu juga baik untuk edukasi publik guna mengenalkan pasangan calon sejak awal agar bisa menimbang-nimbang lebih panjang dan cermat, paslon bisa di-tracking lebih lama agar publik tidak memilih calon-calon mendadak yang kadangkala mengagetkan. (min/sr)