Hanya saja, lanjut mantan Bupati Trenggalek itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman jika keadaannya sudah mulai berubah dengan bergesernya sistem dunia. Apalagi dengan adanya perkembangan digitalisasi, batas-batas ruang dan wilayah sudah buram dan semua orang baik di kota maupun di tempat terpencil memiliki kesempatan yang sama.
“Maka, mau tak mau, freelance dan gig economy merupakan masa depan. Tidak ada lagi batasan ruang dan jam kerja, maupun jenjang karir. Inilah yang diwadahi oleh pemerintah dengan adanya MJC ini. Nah, challenge kita kali ini adalah memaksimalkan potensi desa. Karena, mapannya suatu pekerjaan tidak akan lagi terbatas pada perusahaan di kota saja,” lanjut Emil.
Di samping itu, sebut Emil, Jawa Timur saat ini tengah bertekad untuk menjadikan provinsi pertama yang menyiapkan generasi mudanya untuk gig economy. Saat ini, sedikit demi sedikit hal tersebut telah terealisasi.
“Itu terlihat dari kenaikan persentase pekerja setengah penganggur (mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal yakni 35 jam seminggu) sebanyak 3,51%, serta persentase pekerja paruh waktu yang naik sebanyak 0,96% dibandingkan Februari 2020,” jelasnya.
“Saat ini, MJC telah menghandle lebih dari 1.500 project. Untuk tahun 2021 ini, target kami adalah 3.000. Kami ingin MJC ini telah mengerjakan 10.000 project. Insya Allah, ini akan jadi langkah kita memajukan perekonomian Jatim dari yang besar sampai skala paling mikro sekalipun,” imbuhnya.
Emil pun mengingatkan, bahwa pandemi Covid-19 bukan merupakan alasan untuk berhenti produktif. “Ingat, pemenang dari pandemi ini adalah mereka yang dapat menyeimbangkan antara produktivitas dan kesehatan. Mudah-mudahan kita bisa jadi pemenang. _Good luck_ untuk kalian para pasukan transformasi digital Jatim,” tutupnya.(*)