Tetapi para ahli mengatakan angka sebenarnya bisa lima hingga sepuluh kali lebih tinggi karena kurangnya pengujian di banyak tempat.
Bhramar Mukherjee, seorang profesor epidemiologi di Universitas Michigan, mengatakan sebagian besar model telah memperkirakan puncaknya infeksi COVID-19 di India terjadi minggu ini dan bahwa negara tersebut dapat melihat tanda-tanda tren tersebut.
Namun, jumlah kasus baru setiap hari cukup besar untuk membanjiri rumah sakit, katanya di Twitter pada Kamis (13/5).
“Kata kuncinya adalah optimisme hati-hati.”
Gelombang kedua infeksi, yang meletus pada Februari, disertai dengan perlambatan vaksinasi, meskipun Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan bahwa vaksinasi akan terbuka untuk semua orang dewasa mulai 1 Mei.
India adalah produsen vaksin terbesar di dunia tetapi persediaannya menipis karena permintaan yang sangat besar. Hingga Kamis, India telah memvaksinasi penuh lebih dari 38,2 juta orang, atau sekitar 2,8 persen dari total populasi sekitar 1,35 miliar jiwa, berdasarkan data pemerintah.
Lebih dari 2 miliar dosis vaksin virus corona kemungkinan akan tersedia di India antara Agustus hingga Desember tahun ini, kata penasihat utama pemerintah VK Paul, di tengah kritik bahwa pemerintah telah salah menangani rencana vaksinasi.
Dosis tersebut termasuk 750 juta vaksin AstraZeneca, serta 550 juta dosis Covaxin yang dibuat oleh Bharat Biotech.
“Kami sedang melalui fase keterbatasan pasokan. Seluruh dunia sedang melalui ini. Perlu waktu untuk keluar dari fase ini,” kata Paul.