Lujeng mendorong Kejaksaan untuk menyeret aktor intelektual di balik dugaan kasus pemotongan BOP ini, baik di tubuh Kemenag sebagai lembaga penyalur, atau aktor di luar Kemenag.
“Ini berbanding terbalik, Kota Pasuruan dikenal sebagai Kota Santri, tapi justru lembaga keagamaan diduga melakukan pemotongan BOP. Sangat tidak bermoral,” urainya.
Dia pun mengaku sudah mendapatkan data di lapangan. Ia menyebut, ada lima contoh lembaga pendidikan yang sudah mengakui memang dipotong saat penerimaan BOP tersebut.
“Potongannya bervariasi, satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya beragam. Tidak sama. Tapi jelas, ada ratusan lembaga pendidikan agama yang dipotong bantuannya,” lanjut dia.
Sekadar diketahui, Kemenag mengucurkan anggaran sebesar Rp 2,36 triliun untuk BOP Ponpes, Madin dan TPQ se – Indonesia ini.
BOP ini untuk operasional lembaga pendidikan agama saat pandemi COVID-19. Penggunaannya untuk operasional dan pembelajaran daring pesantren.
Tujuannya untuk membantu meringankan beban pesantren saat menjalankan kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi Covid-19.
Dalam juknisnya, BOP ini bisa diperuntukkan bagi pengadaan listrik, alat pelindung diri santri, hand sanitizer hingga renovasi tempat wudlu, dan lainnya,” tutupnya.(tam)