Oleh Dkoko Tetuko – Pemimpin Redaksi Wartatransparansi
Pemilihan Umum serentak pada tahun 2024 sebagaimana tertuang dalam
Pasal 167 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Pada pelaksanaan Pemilu 2014 tidak tertutup kemungkinan akan berlangsung dalam dua sampai tiga kali. Mengingat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi sudah final menyikat menyatakan bahwa secara konstitusional Pemilu ialah memilih Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional adalah tidak lagi dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota legislatif dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden,” kata Hakim Saldi Isra saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020)
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin, di Jakarta, Rabu (10/2/2021) menyatakan bahwa Fraksi Partai Golkar DPR RI akan menarik diri atau menghentikan pembahasan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui, Golkar juga mendukung pelaksanaan pilkada serentak secara nasional dilaksanakan pada tahun 2024 sesuai dengan amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. “Usai melakukan konsolidasi dan menyerap aspirasi, Golkar lebih mengutamakan untuk menarik dan mengikuti amanah UU mengenai pilkada secara serentak dilaksanakan di tahun 2024. Itu untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi,” kata Azis.
Dia menilai saat ini lebih baik bangsa Indonesia mengutamakan masalah penyelesaian penyebaran COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Langkah itu menurut dia lebih baik dari pada harus “menguras keringat” membahas draf RUU Pemilu yang tentunya putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap, final dan mengikat.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keserentakan pemilihan umum mengakhiri polemik pemisahan pemilu presiden (pilpres) dengan pemilu legislatif (pileg).
Sebab, dalam putusannya, MK telah menegaskan bahwa keserentakan pemilu yang konstitusional adalah yang menggabungkan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR serta DPD.
Kepastian Pemilu serentak 2024, jika dua kali pelaksanaan, maka akan terjadi pada tahun yang sama 2024, tetapi beda bulan. Pertama, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPD RI dan DPR RI.
Kedua, Pemilihan Umum Daerah (Pemiluda) dengan memilih pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Jika Pemiluda masih dianggap terlalu berat dengan memilih 4 (empat) paslon dan legislatif perwakilan daerah, maka memisahkan provinsi dan kabupaten/kota, sehingga menjadi 3 (tiga) kali pelaksanaan.
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin dalam pemaparan hasil survei pasca-pemilu 2019, di Jakarta, Rabu (28/8/2019), menyatakan bahwa
Pemilu Serentak 2019 jauh panggang dari api. Dua tujuan dasar pelaksanaan Pemilu Serentak sebagaimana tercantum dalam UU Pemilu tidak dapat terpenuhi dalam Pemilu Serentak 2019.
Pertama, kestabilan pemerintahan tidak tercapai, karena mayoritas responden mengaku memilih caleg/partai yang mendukung kandidat presiden/wakil presiden pilihannya terlampau rendah hanya 16,9 persen.
Kedua, memberi ruang pada pemilih agar lebih cerdas dalam memilih juga tidak terpenuhi lantaran 74 persen responden dari kalangan publik dan 86 persen responden dari kalangan tokoh setuju bahwa Pemilu Serentak 2019 telah menyulitkan pemilih.
Menjaga kualitas Pemilu maka jauh lebih baik, jika selama 6 bukan digelar 3 (tiga) kali pemilihan, yaitu Pemilu Nasional, Pemilu Provinsi, dan Pemilu Kabupaten/Kota.
Pro dan kontra soal Pemilu serentak 2024, memang masih terus menggelinding dan masih berbagai alternatif muncul ke permukaan. Dan lebih arif serta bijaksana jika sama memegang teguh tujuan Pemilu;
1. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat
2. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat
3. Memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden
4. Melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional).
5. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional. (*)