JAKARTA (Wartatransparnsi.com) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih meminta rekrutmen guru sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) seharusnya mempertimbangkan masa bakti atau pengabdian.
Ia meminta persyaratan bagi guru honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun tidak disamakan dengan para guru yang baru lulus kuliah atau fresh graduate.
Ia berjanji akan terus menyuarakan hal tersebut ke pemerintah pusat agar para guru Wiyata Bakti (WB) yang telah puluhan tahun mengabdi di sebuah sekolah memperoleh apresiasi, minimal pola rekrutmen yang beda dengan yang para fresh graduate.
“Ini semangatnya yang harus diusung bukan hanya rekrutmen semata, namun lebih mengedepankan apresiasi atas masa bakti para guru honorer yang telah puluhan tahun mengabdi untuk bangsa dan negara, melalui pendidikan.
Andaikan ada persyaratan misalnya PNS atau PPPK, jangan disamakan dengan mereka yang baru saja lulus,” ujar Fikri di Pendopo Kantor Bupati Batang, Jawa Tengah.
Politisi Fraksi PKS ini mengungkapkan, aspirasi dari Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Batang, bahwa rata-rata lama pengabdian para guru honorer 12 tahun. Dalam artian, para guru tersebut sudah mengabdi dan bekerja untuk negara, selama 12 tahun dengan gaji yang tidak layak.
Fikri menyampaikan, tuntutan para guru yang sudah lama mencurahkan tenaga bagi dunia pendidikan Indonesia adalah hanya ingin dihargai atau diapresiasi masa pengabdiannya.
“Tuntutan mereka hanya satu, andaikan ada rekrutmen tolong hargai masa pengabdian. Misalnya masa pengabdiannya 5 atau 10 tahun kasih nilai, tapi jangan samakan fresh graduate yang sama kali tidak pernah berbuat apa-apa untuk sekolah itu,” tegas Fikri.
Pemerintah pusat sendiri menyatakan bahwa akan berupaya keras menyelesaikan target 1 juta guru Wiyata Bakti menjadi PPPK, namun itu sendiri belum jelas penganggaranya dari mana sehingga pemerintah daerah masih ragu untuk mengajukannya.
“Karena masih banyak yang ragu-ragu, kalau gajinya akan dibebankan kepada pemerintah daerah. Kalau dibebankan kepada pemda, dikhawatirkan alokasi pembangunan di sektor lain akan berkurang. Jadi harus diyakinkan kepada daerah sesuai yang dijanjikan Kementerian Keuangan, sesungguhnya nanti pembiayaan akan termasuk di dalam Dana Alokasi Umum (DAU),” tukasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batang Achmad Taufiq berharap Komisi X DPR RI bisa memahami kondisi yang ada di Batang serta menyampaikan aspirasi dari para guru yang telah lama mengabdikan diri di dunia pendidikan kepada Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan.
“Mohon untuk gur yang senior-senior bisa diprioritaskan, terutama mereka yang berusia di atas 35 tahun, karena sudah tidak mungkin menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) maka prioritasnya di PPPK,” harapnya. (sr)