Merindukan Kota Terbaik di Dunia, Kota Rasulullah Nikmat Tiada Tara Ibadah di Masjid Nabawi, Madinah

Merindukan Kota Terbaik di Dunia, Kota Rasulullah Nikmat Tiada Tara Ibadah di Masjid Nabawi, Madinah
H. Samiadji Makin Rahmat

Saat saya menghubungi Abdurrahman yang rutin tiap minggu menempuh Jeddah-Madinah, juga tidak kaget bila Kota Madinah dinobatkan sebagai Kota Tersehat. Selain menjadi kewajiban pengelola dua tempat suci (Mekah-Madinah), semua yang telah datang ke Madinah pasti merasakan perbedaan dan perubahan dengan iklim dan kondisi Madinah.

“Anda, khan hampir tiap bulan ke sini (Madinah). Apa pernah bosan? Saya sangat yakin, tidak ada muncul perasaan itu (bosan). Karena ini, bagian dari keutamaan dan kelebihan kota Harom (Kota mulia). Seluruh manusia muslim yang datang ke Madinah, merasakan kenikmatan dalam beribadah. Saya sendiri, kalau lagi penat, pikiran suntuk, sudah pamit keluarga ke Madinah untuk menenangkan diri. Hati ini jadi damai,” kata Abdurrahman.

Memang hasil kajian dari WHO, Madinah merupakan kota yang sehat dan terus-menerus menciptakan serta meningkatkan lingkungan fisik dan sosial tersebut dan memperluas sumber daya komunitas yang memungkinkan orang untuk saling mendukung satu sama lain dalam menjalankan semua fungsi kehidupan dan berkembang secara maksimal.

Madinah, menurut WHO diyakini sebagai kota pertama dengan populasi lebih dari dua juta yang diakui di bawah program kota sehat organisasi. Sebanyak 22 badan pemerintah, komunitas, amal dan relawan membantu mempersiapkan akreditasi WHO.
Program terpadu kota ini termasuk kemitraan strategis dengan Universitas Taibah untuk mencatat persyaratan pemerintah pada platform elektronik untuk tinjauan organisasi. Kriteria termasuk memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh Proyek Strategi Wilayah Madinah dan peluncuran program “Kota Manusiawi”.

Sekali lagi, bagi saya, bila WHO mencanangkan Kota Madinah sebagai proyek strategi sebagai ‘Kota Manusiawi’, maka zaman Rasulullah, dalam kondisi Madinah masih dalam perubahan peradaban dari era jahiliyah menjadi kota madaniyah (berbudaya dan berakhlak).

Saya merasakan sendiri, pelayanan dari petugas di Masjid Nabawi juga lebih sopan dan santun. Sirkulasi Jemaah dari hotel menuju masjid Nabawi juga tertata dengan baik, walau tempat Roudlo di sisi kiri, namun tempat bagi perempuan tersebar di pintu 24, 25, dan 26 (timur masjid) sekalian menuju Roudlo. Sedang di bagian kanan menyebar di di pintu 8,9, 10 (barat masjid).

Belum lagi, petugas kebersihan dan pembagian pedagang kaki lima (PKL) yang rutin dirazia, juga diupayakan lokasi terbaik, bisa penampung para PKL, di dekat Jalan Ali bin Abi Thalib, 300 meter arah pintu utama masjid Nabawi, ada tempat pedagang grosir. Jadi, semua bagian dari dinamika Madinah yang madaniyah.

Sesuai seruan dari firman Allah SWT saat beliau di Madinah dan sabda-sabda yang terkandung kebenaran dari hadistnya, banyak menukil tentang peradaban, akhlak, dan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bermartabat.

Semua pasti sepaham, bahwa baginda Muhammad diutus dalam kenabian-kerasulannya untuk memperbaiki akhlak. “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus (Allah) untuk memperbaiki akhlak umat (manusia).” (Al-Hadits).

Seiring dengan kemanusiaan, maka wujud dari otoriter, kekuasaan absolut terkikis dengan prinsip musyawarah dan menyerahkan urusan kepada ahlinya. “Wa-amruhum syuuray bainahum. Dan bermusyawarahlah di antara mereka dalam suatu urusan.” (QS. Asy- Syuraa 38). Semoga catatan sekilas ini, menambah rindu kita untuk berizarah ke Mekkah dan Madinah. Barokallah. (*)