Covid-19, Korupsi, Kolusi, Resesi dan Wejangan Semar

Covid-19, Korupsi, Kolusi, Resesi dan Wejangan Semar
Djoko Tetuko

Oleh : Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi Transparansi

Sejak Covid-19 (Coronavirus disease 2019) dilaporkan mewabah di Wuhan Tiongkok, 31 Desember 2019, dan kini sudah 220 negara lebih terserang, terpapar, dan terpuruk dengan beban berbeda-beda.

Dunia seperti menjadi kehidupan baru, kehidupan normal dengan model baru, kehidupan dengan berbagai kepentingan dunia masuk dalam pergulatan kekuatan tertentu.

COVID-19 adalah penyakit disebabkan oleh jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, di Indonesia tanggal 3 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan 2 warga Depok, Jabar, terinfeksi.

Virus Corona terus menggelinding tanpa mau “berdamai” dan sudah menewaskan 949.702 orang secara global.

Sebagaimana disiarkan Worldometers, Jumat (18/9/2020), virus Corona telah menginfeksi atau dinyatakan kasus positif 30.310.388 orang di seluruh dunia. Dari data kasus positif di atas, 22.010.205 orang dinyatakan sembuh.

Di tengah-tengah pandemi Covid-19, isu korupsi dan kolusi di tanah air menggelinding, seperti “bola menggelinding dari atas gunung”, cepat bahkan seperti balapan kelas dunia tanpa mampu dibendung. Apalagi anggaran Covid-19, mulai penanganan, percepatan, pengendalian dan pemilihan ekonomi nasional, plus dampak lain menelan biaya triliunan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa anggaran penanganan dan dampak virus Corona mencapai Rp695,2 triliun. Dana itu, untuk menangani dampak pandemi corona pemerintah harus bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk lembaga keuangan, tak terkecuali bantuan kepada dunia usaha.

Bau tidak sedap dalam realisasi anggaran Rp695,2 triliun, menyebar dan menebar ke mana-mana. Karena penggunaan anggaran wabah, maka semua memanfaatkan dengan berbagai dalih, tentu saja ujung dari permasalahan itu penggunaan anggaran jauh dari transparan.

Apakah anggaran triliunan itu sudah ditemukan bukti korupsi atau kolusi, atau sama-sama melakukan tetapi berdamai. Sengaja tidak mengumumkan kepada publik berbagai informasi sesuai prinsip keterbukaan informasi publik.

Sekedar mengingatkan kembali bahwa korupsi atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Konvensi PBB menentang korupsi. Dimana. dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
(1). perbuatan melawan hukum,
(2). penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
(3). memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan semuanya, adalah
(1). memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
penggelapan dalam jabatan,
(2). pemerasan dalam jabatan,
(3). ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
(4). menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
(5). Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.