Oleh : Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi WartaTransparansi)
(Sehimpun Puisi “Bicara yang Baik-Baik” Dirut RRI)
Meutya Hafid, Ketua Komisi 1 DPR RI, menggoreskan pena memberikan sebuah percik api karya penyair penyiar penyampai penyumbatan aspirasi anak bangsa dari pergulatan radio publik Indonesia berbasis dan berkekuatan seluruh nusantara.
M. Rohanuddin, mengantar dengan singkat “Sehimpun puisi ini kami persembahkan untuk Indonesia lebih toleran dan bermartabat”.
Meutya Viada Hafid sebagai seorang politikus, mantan pembawa acara berita televisi, dan wartawan sampai masuk wilayah peperangan di Irak, hingga disandera 168 jam, menggoreskan pena dengan sebuah aliran
“… saya melihat bahwa M. Rohanudin melalui karya puisinya, tidak hanya mencerminkan citra rasa seninya dan kehandalannya dalam memadukan kata dan makna, namun Ia juga telah memperlihatkan secara nyata bukti kecintaannya kepada Ibu Pertiwi dan manusia-manusia di dalamnya”.
Goresan pena Ketua Komisi I DPR Republik Indonesia dari Partai Golkar sejak tahun 2010. Begitu tajam bernafas seruling seperti ketika sang Srikandi menenun waktu sebagai jurnalis di Metro TV serta membawakan acara berita serta menjadi presenter di beberapa acara, mendayu dayu seperti ikut irama suara puisi dan hentakkan bait-baitnya.
Meutya berhadap bahwa karya beliau ini akan menjadi percikan api yang tidak hanya akan dapat membakar semangat nasionalisme dan kecintaan akan negeri tercinta, namun juga membangkitkan gairah untuk kembali menghidupkan dan memajukan karya seni puisi Indonesia”.
Kata kunci semangat membangkitkan gairah, mengingatkan perjuangan Meutya bersama Budiyanto, juru kamera yang mendampingi membebaskan diri dari sandera, di dalam sebuah gua kecil di tengah gurun Ramadi.