Lapsus  

Dewi Penglipuran dan Keunikannya, Apa yang Bisa Ditiru ?

Dewi Penglipuran dan Keunikannya, Apa yang Bisa Ditiru ?
Sebagian wajah Desa Wisata Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali.

Di tengah desa yang letaknya di bawah pura, adalah zona tempat penduduk yang berprofesi sebagai petani, pengerajin anyaman bambu dan berternak.

Di desa ini, warga dilarang keras menebang pohon bambu tanpa izin dari tokoh masyarakat setempat. Sebab, hutan bambu tersebut disucikan.

Penduduk desa Penglipuran dikenal memeluk agama Hindu. Meski begitu, ternyata tidak mengenal upacara pembakaran mayat, atau mayatnya langsung dikubur.

Tradisi pemakamannya tidak sama dengan desa-desa adat di Bali lainnya.

Menurut I Nengah, makam di Penglipuran dibagi menjadi tiga kelompok. Yakni, kelompok pertama bagi mereka yang meninggal karena sakit keras, kecelakaan, dan bunuh diri.

Kelompok kedua, kuburan bagi bayi yang baru lahir hingga mereka yang belum menikah, dan yang ketiga kuburan umum.

Tak hanya pengelompokan jenis kuburan, cara penguburan mayat juga berbeda. Yakni, kalau mayatnya perempuan dikubur menengadah (menghadap ke angkasa), dan laki-laki tengkurap.

Kenapa perempuan menengadah, karena dilambangkan sebagai ibu Pertiwi. Sedangkan mayat laki-laki yang dikubur tengkurap, melambangkan bapak angkasa sehingga harus menghadap ke bawah (Pertiwi).

Sedangkan dalam prosesi ngaben, warga Penglipuran tidak membakar mayat dan tidak menggunakan ‘Bade’.

“Cukup dikubur, selesai. Kalau di aben, ya dikubur dan tidak dibongkar lagi untuk dibakar. Tempat lain di aben dulu, dibongkar lalu dibakar,” jelas I Nengah.

Dewi Penglipuran dan Keunikannya, Apa yang Bisa Ditiru ?
Karang Memadu, lokasi pengucilan warga yang melakukan poligami atau poliandri.

Selain itu, ada satu aturan yang wajib hukumnya bagi warga desa Penglipuran. Yakni, laki-laki dilarang untuk berpoligami. Ini untuk menghormati perempuan. Begitu juga perempuan, dilarang untuk poliandri. Jika ketahuan, dijatuhi hukuman dengan dikucilkan dari desa.

“Yang poligami atau poliandri, akan dikucilkan. Mereka akan diasingkan di Karang Memadu (lahan pengasingan). Di Karang Memadu itu, mereka akan dibuatkan rumah sederhana untuk tempat tinggalnya. Tetapi, sebagian besar hak mereka sebagai warga, selain hak untuk beribadah, telah dicabut,” kata I Nengah.

Wartawan Koran Transparansi (wartatransparansi.com) melihat langsung kawasan ‘Karang Mamadu’ dimaksud. Belum ada pelaku poligami dan poliandri yang menempati lahan yang tersedia. Lokasinya sejuk dengan udara sehat karena ditumbuhi berbagai jenis pohon rimbun. Airnya dingin menyegarkan. Ada café kopi yang hanya satu-satunya di lokasi are tersebut.

Penataan Pedagang

Meski memperlihatkan nuansa Bali asli, penampilan fashion (busana) warganya kebanyakan masih terlihat umum. Tak hanya itu, beberapa warga penghuni (pedagang) tak segan memanggil wisatawan agar berbelanja di tempatnya. Mereka ada yang menjual souvenir, makanan tradisional, buah durian, dan minuman.

Kondisi ini diakui I Nengah Moneng. “Benar, kami masih perlu melakukan penataan pedagang. Semisal, memberikan pembinaan bagaimana cara melayani pembeli dengan baik, tidak dengan cara memanggil-manggil untuk datang berbelanja. Tak hanya itu, dalam berjualan agar mengenakan busana adat Bali. Ke depan, semua akan kami benahi lagi,” katanya.

Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra. Artinya, kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.

Kegiatan di desa Penglipuran bergerak di bidang pariwisata budaya. Dari kegiatan pariwisata, meski tidak mendapat dana desa, namun desa Penglipuran mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada Kabupaten Bangli sebesar Rp 4,4 miliar (2018).

Sebagai desa terbersih ketiga di dunia, sejumlah peraturan diterapkan. Antaranya, dilarang keras buang sampah sembarangan, dilarang buang limbah keluarga ke tempat umum, dilarang membawa motor dan mobil di jalan utama, dilarang merokok sembarangan.

Tulisan ini sebagai gambaran apa yang ada di Dewi Penglipuran. Lantas, apa yang bisa ditiru untuk kemudian dibawa ke Jawa Timur? (wt)