JAKARTA – Upaya menghentikan aktivitas penambangan emas ilegal kembali muncul pasca kunjungan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo ke Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dhamasraya pada 6-7 November 2019 lalu.
“Kami membantu mencarikan solusi agar ke depan masalah yang kita lihat sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa kita dan kelangsungan generasi yang akan datang serta bagi kelestarian sumber daya alam kita. Pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri tanpa bantuan pemerintah pusat,” jelas Doni.
Dia sebut, bencana banjir dan longsor di Solok Selatan akan terus berulang, jika aktivitas tambang ilegal dan penebangan liar dibiarkan.
Menurut Doni, BNPB sesuai UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang berhubungan dengan kebencanaan, mulai dari pencegahan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Infrastruktur yang sudah dibangun pemerintah dengan harga ratusan miliar dan puluhan triliun akan sia-sia. Akhirnya nanti jalan kembali terputus dan aktivitas masyarakat akan terganggu,” tegasnya.
Semakin Masif
Tambang ilegal biasanya dilakukan di sepanjang aliran sungai, baik yang berada di dalam hutan lindung maupun di dekat permukiman. Aktivitas ini menyebabkan rusaknya kawasan hutan lindung dan sempadan sungai, air sungai yang keruh, sedimentasi dan pencemaran merkuri bisa disaksikan di sepanjang sungai.
Pada bulan November 2019, dijumpai sekitar delapan ekskavator yang digunakan penambang untuk mengeruk tanah dan bebatuan yang ada di sempadan dan badan Sungai Batanghari yang berada di dalam kawasan hutan lindung sepanjang sekitar 15 kilometer.