SURABAYA – Ada yang terlupakan dalam penegakkan hukum media, terutama media pers yang mendapat kemerdekaan dalam undang undang begitu luar biasa, baik UU Pers maupun Undang Undang Penyiaran. Begitu pula UU Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Ahmad Riyadh UB P.hD.
Menurut Riyadh, insan pers mengalami proses kriminalisasi yang membuat kontrol sosial terkooptasi kekuasaan. Sehingga tekanan terhadap kemerdekaan pers justru semakin memberangus kalangan pers.
UU Pers sebagai undang undang lex spesialis, dengan arogansi insan pers tidak mau diintervensi dengan peraturan pemerintah maupun peraturan perundangan terkait produk pers, walaupun pada akhirnya Dewan Pers mengatur dengan mengeluarkan Peraturan Dewan Pers.
“Namun demikian tekanan, ancaman, dan pola pola mengurangi kemerdekaan pers, masih dilakukan penguasa dengan berbagai modus dalam mengkriminalkan insan pers maupun media pers melalui pemilik modal,” ujarnya.
Demikian juga, lanjut Riyadh, kemerdekaan pers yang begitu terbuka memberi ruang kepada seluruh warga negara untuk andil dalam menerbitkan media atau memiliki media pers, maka sangat banyak “media pers” abal-abal atau sengaja dibuat untuk kepentingan sesaat dan kepentingan tertentu, yang sengaja memanfaat kelemahan kemerdekaan pers, justru banyak yang kebablasan dan merugikan bangsa dan negara. Sehingga proses berlangsungnya kemerdekaan pers yang sudah 20 tahun ini, penegakkannya secara adil dan berkeadilan terlupakan.