’’Perang Survei’’.
Survei dari berbagai lembaga kompeten pada bulan Januari 2019 sampai menjelang coblosan nanti, sangat menentukan kemungkinan hasil riil Pemilu 2019. Sebab, tidak tertutup kemungkinan partai lama maupun partai baru, sama-sama melakukan kampanye dengan berbagai pendekatan, guna mendongkrak hasil Pemilu 2019 mencapai angka sihnifikan, persen atau lebih, sehingga mengamankan posisi partai di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) RI. Mengingat pertarungan merebut 4 persen secara nasional, merupakan kunci apakah partai-partai itu mampu bertahan dan menjadi bagian dari pemerintahan 5 tahun ke depan.
Mengapa demikian? Bagi partai politik tidak masuk Senayan atau dengan kata lain gagal mencapai Parliamentary threshold (PT) atau ambang batas suara untuk parlemen sebesar 4 persen, maka sama saja partai yang bersangkutan ’’lempar handuk’’. Sebab ibarat pertandingan atau kompetisi, sudah tidak mampu lagi bertanding atau berkompetisi untuk ikut serta dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara, melalui pembuatan undang-undang, mengkontrol kinerja lembaga eksekutif maupun memberikan masukan dan saran, dalam melakukan pergaulan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Tetapi, bagi partai yang mampu mengumpulkan total suara dan menempatkan caleg di DPR RI mencapai 4 persen, maka akan menjadi bagian dari rposes berbangsa dan bernegara, walaupun tidak mutlak. Sebab, partai besar yang menguasai parlemen dengan sesama partai koalisi, sudah pasti akan menentukan semua arah pemerintahan ke depan. Walaupun juga tidak mutlak. Mengingat perlawanan segelintir anggota dewan dalam berbagai kebijakan, masih tetap menjadi bagian dari proses bernegara yang ideal dan sesuai dengan ketentuan perundangan.
Hidup Mati Partai
Oleh karena itu, ’’Perang Survei’’ lembaga-lembaga yang kompeten untuk melakukan itu, sangat menentukan partai mana saja akan manggung di Senayan, dengan minimal 24 kursi atau 4 persen dari jumlah 575 DPR RI hasil Pemilu 2019 nanti. Oleh karena itu, bagi partai yang sudah disahkan ikut Pemilu 2019, maka harus konsentrasi penuh untuk memenangkan perebutan kursi di Senayan. Sebab jika gagal, maka berapa pun keberhasilan di DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, sama dengan ayam kehilangan induk. Hanya berkoar-koar di daerah, tetapi tidak mampu mewarnai di tingkat pusat yang menjadi tolok ukur perjuangan suatu partai.
Waktu 3 bulan ke depan, sebelum memasuki masa kampanye 23 Maret di semua media dan ruang publik sesuai dengan ketentuan, maka kampanye sesuai dengan ketentuan dengan menggunakan alat peraga kampanye, merupakan salah satu alternatif para caleg maupun tim pemenangan partai untuk melakukan usaha maksimal merebut kursi di semua tingkatan, terutama di DPR RI. Sebab, kursi di DPRD Kabupaten/Kota akan menentukan perjuangan partai di dapil itu, minimal di wilayah kabupaten/kota itu dapat memperjuangkan rakyat sesuai dengan visi dan misi partai. Demikian juga DPRD Provinsi, akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam meningkatkan perjuangan partai menuju cita-cita yang ingin dicapai.
Mengingat begitu penting dan sangat menentukan, maka sisa waktu 3 bulan ke depan menjadi pertaruhan ’’hidup mati’’ partai politik peserta Pemilu 2019, apakah sanggup memuwujudkan fraksi di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, atau kembali hanya menjadi penonton di luar arena, atau di dalam arena tetapi tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Oleh karena menjadi ’’hidup mati’’ partai politik, maka para kader sudah saatnya tidak berebut suara sesama pemilih caleg satu partai, tetapi menyuarakan kebersamaan dan kekompokan, dengan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, merupakan kegiatan dan program utama.
Menunggu ’’Perang Survei’’ sesunggunya menunggu persiapan dan kesungguhan partai politik, melakukan berbagai pendekatan juga berbagai cara yang sangat elegan, untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya sesuai dengan ketentuan. Bukan menghalalkan segala cara untuk meraih kursi dan jabatan semata. Sebab menggunakan banyak cara dengan menghalalkan segala cara adalah sesuatu yang berbeda. Menghalalkan segala cara, maka tidak akan sinkron dengan hasil survei. Tetapi menggunakan banyak cara, apalagi dengan budi pekerti luhur, insyaAllah tidak berbeda jauh dengan hasil survei. Yang pasti pemenang Pemilu 2019 adalah pemegang amanah rakyat dan menjadi wakil rakyat sesungguhnya, bukan membeli suara rakyat dan menjual hak dan kepentingan rakyat. (*)