Rini turut memperingatkan tentang tantangan bagi perempuan yang berkarir. Ia berpesan agar sesibuk apapun, orang tua harus meluangkan waktu untuk sentuhan kasih sayang, seperti mencium dan memeluk anak setiap hari, karena masa kecil anak adalah momen yang tidak akan terulang.
“Meskipun banyak perempuan bekerja dan ada kemungkinan pendapatan istri lebih besar, sebagai seorang istri, kita harus tetap menghormati suami, karena itulah komitmen dalam berumah tangga,” pesannya.
Ia percaya, ketika keluarga harmonis, pekerjaan pasti akan maksimal. Sebab, keluarga adalah fondasi utama tempat anak belajar kasih sayang dan empati, namun kompleksitas tekanan zaman, mulai dari kesibukan, gawai, hingga stres pekerjaan yang kerap membuat kasih sayang bergeser menjadi ketegangan.
“Ini adalah dorongan nyata untuk menekan angka perceraian di lingkungan Pemkot Surabaya,” ujarnya.
Rini menambahkan, keluarga adalah tempat pertama anak belajar kasih sayang dan empati. Di tengah tekanan kompleks, toxic parenting sering muncul karena emosi yang tidak terkelola. Para ahli menyebut bahwa anak membutuhkan secure attachment atau keterikatan emosional yang aman dengan orang tuanya.
“Menggarisbawahi peran suami dan istri, keduanya harus saling melengkapi, bukan bersaing. Istri mungkin menjadi hati keluarga, tapi suami adalah tiangnya. Keseimbangan peran ayah dan ibu adalah kunci ketahanan keluarga,” imbuhnya.
Sebagai Bunda PAUD, ia memastikan setiap anak tumbuh dengan cinta yang sehat. Sebagai Ketua TP PKK dan Ketua Forum Puspa Srikandi, Bunda Rini Indriyani terus mendorong penguatan keluarga sebagai pondasi utama pembangunan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Ia menutup dengan menyampaikan salah satu materi menarik dr. Aisah Dahlan bahwa otak laki-laki bekerja dalam kotak-kotak logika, fokus pada satu hal. Sedangkan otak perempuan ibarat kabel listrik, semuanya terhubung dan menyala. Jika suami bisa memahami alur emosi istri, dan istri bisa memahami ritme pikir suami, maka rumah tangga akan jauh dari pertengkaran yang tidak perlu.
“Mari terus belajar menjadi pasangan yang sadar, sabar, dan penuh cinta. Kekuatan keluarga terletak pada kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri bersama, bukan pada kesempurnaan. Dari keluarga yang harmonis inilah akan lahir Surabaya Hebat yang berketahanan,” tukasnya. (*)

 
									




