SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) memastikan seluruh proses pembangunan Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) 886/Panjalu Jayati di Kabupaten Tulungagung berjalan sesuai koridor hukum. Pendampingan hukum ini diberikan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) sebagai bagian dari dukungan Kejati terhadap proyek strategis nasional di bawah Kodam V/Brawijaya.
Kepala Kejati Jatim, Kuntadi, menjelaskan pembangunan Yonif TP 886 berdiri di atas lahan milik Kodam V/Brawijaya di Desa Kaligentong, Kecamatan Pucanglaban, Tulungagung, dengan luas mencapai 60 hektare.
“Pendampingan ini dilakukan untuk memastikan proses pembangunan berjalan sesuai ketentuan hukum serta meminimalkan potensi konflik sosial di lapangan karena lokasi tersebut masih ada warga yang berada di lokasi pembangunan tersebut,” ujar Kuntadi, Selasa (28/10/2025).
Kuntadi menegaskan, lahan tersebut telah dinyatakan sah menjadi milik Kodam V/Brawijaya berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Namun, untuk menjaga kondusivitas, sebagian area dialihkan ke lokasi baru seluas 90 hektare yang lebih aman dari sengketa warga.
“Kebijakan kami tetap, pembangunan harus berjalan. Namun kami upayakan agar potensi konflik dengan masyarakat dapat ditekan sekecil mungkin,” tegasnya.
Melalui peran Jaksa Pengacara Negara (JPN), Kejati Jatim telah melakukan serangkaian pendampingan hukum terhadap Kodam V/Brawijaya. Hasilnya, ditemukan area bebas konflik yang dapat segera dibangun dengan dukungan anggaran yang sudah disiapkan.
“Harapan kami, pembangunan Batalyon 886 Panjalu Jayati ini dapat segera terealisasi karena manfaatnya akan sangat besar, baik bagi Kodam maupun masyarakat sekitar,” kata Kuntadi.
Selain proyek di Tulungagung, Kejati Jatim juga melakukan pendampingan terhadap sejumlah proyek strategis TNI lainnya, di antaranya Brigif TP 33/NS di Bojonegoro, Yonif TP 885/BP di Bojonegoro, dan Yonif TP 887/KJM di Lamongan. Ketiganya berdiri di atas lahan milik Perhutani yang juga membutuhkan kepastian hukum sebelum pembangunan dilakukan.
Dalam setiap proyek pertahanan yang didampingi, Kejaksaan menekankan pentingnya pendekatan persuasif terhadap masyarakat sekitar.
“Secara hukum, tanah tersebut memang sudah sah menjadi milik Kodam. Namun, dalam pelaksanaannya, kami tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pengosongan atau relokasi warga tidak bisa dilakukan begitu saja, melainkan melalui dialog yang baik,” tegas Kuntadi.
Langkah ini dianggap penting untuk memastikan kehadiran negara tidak memunculkan ketegangan sosial, melainkan menciptakan harmoni antara pembangunan dan masyarakat.
Kuntadi juga menyampaikan bahwa keberadaan Yonif 886 Panjalu Jayati di Tulungagung akan memberikan manfaat luas bagi masyarakat setempat, terutama dalam peningkatan ekonomi lokal.
“Dalam perencanaannya, Kodam V/Brawijaya juga akan melibatkan masyarakat sekitar untuk mengelola sebagian lahan milik Kodam sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Hasilnya nanti bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaligentong,” ungkapnya.
Dengan model sinergi tersebut, pembangunan tidak hanya berorientasi pada pertahanan negara, tetapi juga membawa nilai ekonomi bagi warga sekitar.
Kuntadi berharap, kerja sama antara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kodam V/Brawijaya dapat menjadi contoh nasional tentang bagaimana lembaga hukum dan militer dapat bersinergi dalam mendukung pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Sinergi ini adalah bentuk nyata kolaborasi antarlembaga negara dalam menjaga kepastian hukum sekaligus menjamin pembangunan yang berpihak pada rakyat,” tutup Kuntadi. (u’ud/ais)





