Kediri  

Pisau, Daging, dan Setia Hati

Ketika Pendekar PSHT Kota Kediri Mengabdi di Pelataran Masjid Campurejo

Pisau, Daging, dan Setia Hati
Para pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) bahu-membahu mengolah daging kurban di pelataran Masjid Lathifah Al Humayan, Campurjo, Kota Kediri. Kegiatan ini merupakan tradisi tahunan mereka saat Iduladha.(Foto: Moch Abi Madyan)

KEDIRI – Dentingan logam terdengar dari pelataran Masjid Lathifah Al Humayan, Kelurahan Campurejo, Kota Kediri. Bukan dari gelanggang latihan silat, melainkan dari golok dan pisau sembelih yang diasah oleh sejumlah pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Kota Kediri.

Dengan mengenakan kaos santai serba hitam mereka tak lagi untuk adu jurus. Kali ini, kuda-kuda diganti talenan plastik, dan gerakan luwes mereka digunakan untuk menguliti, memotong, dan membungkus daging kurban.

Salah satu pendekar cukup antusias adalah Fuad Nurochman. Biasanya, pisau di tangannya digunakan untuk mengasah jurus yakni menusuk imajinasi lawan di gelanggang silat. Tapi kali ini pisau yang biasa melayang cepat dalam latihan, kini bergerak perlahan, menyelinap rapi di antara tulang dan daging kurban.

“ Jika dalam latihan silat terbiasa bawa pisau. Tapi ini motong kurban jadi konsepnya beda, ” katanya sambil terkekeh, Sabtu 7 Juni 2025.

Pesilat yang akrab disapa Fuad mengaku tak pernah ikut pelatihan resmi soal penyembelihan atau pengolahan daging. Semua keahlian ia peroleh secara otodidak.

 “Tiap tahun bantu kurban di sini. Lama-lama terbiasa dan bisa sendiri,” terangnya.

Penyembelihan hewan kurban hari itu berjalan lancar. Meski begitu, masih kata Fuad ada satu insiden kecil. Menurut laporan panitia, bagian hati salah satu sapi terpaksa dibuang karena ditemukan mengandung cacing.

“Kalau ada kondisi seperti itu, kami tahu itu tidak layak makan. Langsung disisihkan untuk dimusnahkan,” tegas pesilat 26 tahun tersebut.

Namun tidak semua sisa kurban berakhir di tempat sampah. Masih kata Fuad tulang dan jeroan yang tak layak konsumsi biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kepala hewan dimasak untuk konsumsi para relawan, sementara kulitnya dipisahkan dan diserahkan kepada jagal atau pengepul.

“Limbah kami kumpulkan di belakang masjid. Kulit langsung dipisah dari daging, kemudian dibawa oleh jagal untuk diolah,” tutur Fuad.

Sementara itu, Ketua 3 PSHT Cabang Kota Kediri, Ahmad Fathoni Solehudin, menjelaskan sebanyak 30 anggotanya diterjunkan untuk membantu proses penyembelihan hewan kurban tahun ini. Mereka tidak hanya menyembelih, tapi juga mengemas dan mendistribusikan daging ke warga sekitar.

“Ini adalah bentuk pengabdian kami. Ajaran Setia Hati tidak berhenti di gelanggang silat. Tapi juga untuk tempat ibadah,” ujarnya.

Menurut pria yang akrab disapa Kang Mas Toni itu, keterlibatan PSHT dalam kegiatan sosial bukan hal baru. Sejak Masjid Lathifah Al Humayan berdiri pada 2016, para pesilat PSHT Cabang Kota Kediri khususnya dari Unit Wilis Indah, Ranting Mojoroto. Telah aktif membantu proses pembangunannya.

“Setiap tahun kami turut dalam kegiatan kurban. Tapi komitmen kami lebih jauh dari itu. Sejak masjid ini mulai dibangun, kami sudah ikut bergotong-royong. Ini bagian dari ajaran PSHT yang mengedepankan kebersamaan dan kemanusiaan,” tuturnya.

Disisi lain, Ketua Panitia Kurban Masjid Lathifah Al Humayan, Muhammad Amir menyambut mereka dengan tangan terbuka. Ia pun tak asing dengan wajah-wajah berkaos hitam khas PSHT.

Para pendekar silat itu datang bukan dengan tangan kosong, melainkan tenaga dan semangat untuk berbagi di Hari Raya Idhuladha 1446 H.

“Kerja sama ini bukan hal baru,” ujar Amir, tersenyum.

Hubungan antara PSHT dan warga sekitar masjid sudah terjalin erat selama beberapa tahun, terutama setiap Iduladha. Bagi Amir dan warga lainnya, para pendekar itu bukan lagi tamu, tapi sudah menjadi bagian dari keluarga besar lingkungan Campurejo, Kota Kediri.

“Mereka sangat membantu. Dari awal sampai akhir, semua dilakukan dengan guyub dan rukun,” kata Amir.

Menurutnya dalam Iduladha 1446 H, ada sembilan hewan kurban yakni empat sapi dan lima kambing untuk disembelih. Hewan-hewan itu merupakan hasil ta’awun atau iuran gotong warga sekitar.

Penulis: Moch Abi Madyan