Kiai Siddiq, Haji Nur, dan Kiai Ismail, serta sejumlah ustad, kiai, serta pemuda masa itu, dengan jumlah sangat terbatas mendeklarasikan “Jam’iyah Ishlahhusysyubban” sebagai perkumpulan membaca sholawat diba’.
Dari sinilah pembacaan sholawat dari Desa Celep Kecamatan Sidoarjo Kawedanan Sidoarjo wilayah Sidoarjo, kini sudah 100 tahun silam (Kamis, 12 Februari 1925 M / 18 Rajab 1343 H) para pemuda muslim mendeklarasikan sebuah perkumpulan pemuda bernama Jam’iyah Islahusy syubban (pertemuan perkumpulan pemuda).
Hal itu sesuai dengan prasasti bencet langgar wakof Celep Utara tertulis bulan Februari 2025. Sebagaimana diketahui, jam bencet bekerja dengan cara menghitung waktu saat matahari menempati posisi tertentu. Ini yang dipakai sebagai penunjuk waktu shalat. Sejak adanya jam analog, penggunaan jam bencet mulai ditinggalkan.
Desa Celep dengan tiga makam Syach Maulana Ahmad bin Muhammad Al Maghroby. Putra dari
Maulana Muhammad Al-Maghribi, atau yang dikenal sebagai Syekh Maghribi (1321-1465) salah satu walisongo. Nama Beliau juga tercatat sebagai Anggota Dewan Walisongo Senior (Angkatan Pertama).
Ada pula makam Ki Ageng Reso dikenal dengan nama Mbah Jagung (satu angkatan dengan Syech Maulana Ahmad beda tugas dalam mengemban amanah berdakwah), dan Mbah Mulyo (sekitar abad 17, dengan sebutan Mbah Kluntung, ulama dengan keistimewaan hafal Al Qur’an yang sangat karomah).
13 Februari 2025 M bertepatan dengan 14 Rajab 1446 H, adalah hari peringatan 100 tahun atau Satu Abad “Jam’iyah Ishlahhusysyubban”, selanjutnya setiap generasi pemuda di Desa Celep, melanjutkan dengan semangat tidak pernah menyerah dan pasrah, terus melanjutkan sesuai dengan salah satu syair pada saat menjelang mahalul qiyam “Bahwa Jam’iyah Ishlahhusysyubban bertahan sampai hari kiamat”.
Sebagaimana diketahui mahalul qiyam adalah tradisi berdiri saat membaca sholawat dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Mahalul qiyam juga dikenal dengan sebutan sholawat Ya Nabi Salam ‘Alaika.
Arti mahalul qiyam
Mahalul qiyam berarti berdiri di tempat
Mahalul qiyam merupakan bentuk penghormatan dan rasa syukur umat Islam atas kelahiran Rasulullah.
Mahalul qiyam merupakan bagian dari pembacaan maulid.
Mahalul qiyam juga dilakukan saat pembacaan kitab maulid lain seperti maulid Ad-Dhiba, maulid Simtuddhurar, dan lainnya.
Tata cara mahalul qiyam
Sholawat dibaca dalam posisi berdiri setelah sebelumnya duduk dan membaca Kitab Barzanji atau Kitab Rawi. Lirik Mahalul Qiyam dibaca oleh pemimpin dalam majelis dan diikuti oleh seluruh jamaah. Kebiasaan ini dilakukan sebagai bentuk akhlak penghormatan untuk Nabi Muhammad SAW.
Hukum berdiri saat mahalul qiyam
Hukum berdiri ketika mendengar nama Nabi Muhammad SAW adalah sunnah, bukan wajib.
Sejarah Sholawat Diba
Sholawat Diba atau Maulid Diba’i disusun pada tahun 866 H (1461 M). Pengarangnya adalah Al-Imam Wajihuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar Ad-Diba’i Asy-Syaibani. Beliau juga dikenal dengan sebutan Ibnud Diba’.
Maulid Diba’i adalah kumpulan sholawat yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Sholawat ini juga menceritakan perjalanan hidup Rasulullah SAW. Selain itu, dalam kitab Maulid Diba’i juga dimasukkan hadits dan beberapa ayat Al-Quran.
Maulid Diba’i sering dibaca ketika peringatan Maulid Nabi SAW. Pembacaan Diba’ atau biasa disebut diba’an juga dilakukan saat hajatan kelahiran anak, pernikahan, khitanan, tingkeban, ketika menghadapi kesulitan dan musibah, atau untuk memenuhi nazar.
Ibnud Diba’ adalah seorang ulama hadits yang terkenal dan produktif dalam menulis. Beliau mengajar kitab Shahih Al-Bukhari lebih dari 100 kali khatam
Maulid Diba adalah bacaan maulid yang berisi syair-syair pujian serta sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW. Pengarangnya bernama lengkap Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Umar ad-Diba’i asy-Syaibani atau yang akrab disapa Ibnu Diba.
Sebuah usai sangat paripurna perkumpulan sederhana dengan membaca sholawat telah mencapai masa “satu abad”. Jam’iyah Islahhusysyubban sesuai doa dan harapan bersama bertahan sampai hari kiamat.
Salah satu terobosan paling spektakuler, ketika Desa Celep sebagai wilayah perkotaan mulai sulit memupuk generasi mengaji, maka dibuatkan lembaga bernama “Rebelta” (Remaja Belasan Tahun) tempat mengaji remaja yang sudah tertinggal karena tidak mengaji. Dan Jam’iyah Diba memberi pelajaran secara rutin belajar pidato, juga belajar pemandu acara.
Kegiatan itu pasang surut tetapi selalu membuahkan hasil generasi terlatih dan terdidik dari Jam’iyah Islahhusysyubban. Sehingga tidak sekedar keajaiban membaca sholawat untuk ibadah semata, tetapi juga keajaiban memberi bekal kelilmuan nyata sebagai modal memperkuat dan memantabkan ibadah. (djoko tetuko)