Opini  

Hans Kelsen Vs Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong Vs Patrick Kluivert 

Hans Kelsen Vs Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong Vs Patrick Kluivert 
Wina Armada Sukardi

Dari pendekatan ini kepelatihan Shin Tae-yong harus diakui baik. Prestasi Shin Tae-yong dalam menangani kesebelasan Indonesia patut dibanggakan. Tak ada alasan untuk “menyingkirkannya.”

Teori Sosiologis

Berbanding terbalik dengan teori dari Hans Kelsen, di dunia hukum juga ada teori soaiologi hukum. Secara sederhana teori ini menerangkan penegakkan hukum tidak mungkin dapat dipisahkan dari kenyataan dan faktor-faktor sosial. Hukum menurut teori ini, bukan menara gading yang terpisah dari lingkungan sosialnya. Jelasnya ada hubungan timbal balik antara hukum dengan struktur sosial, lembaga sosial, budaya, ideologi, dan nilai-nilai.
Hukum tak mungkin ditegakkan tanpa memperhatikan aspek kenyataan sosial. Misalnya peraturan kecepatan di jalan tol harus antara 70 – 100 km per jam. Tidak boleh kurang, tidak boleh lebih. Jika terjadi kemacetan sehingga kenyataan kecepatan tak dapat lebih dari 30 km per jam, apakah semua harus dihukum? Menurut teori sosiologi hukum, tentu tidak.

Jika diterapkan dalam kasus Shin Tae-yong , walaupuh dia berhasil mengapai hasil baik, tetapi kalau dalam kenyataan banyak api dalam sekam, jabatannya setiap saat dapat ditinjau kembali. Walaupun sepak bola memang soal prestasi menang atau kalah, tetapi keharmonisan, kepemimpinan dan komunukasi sangat penting. Apalagi dalam konteks keseimbangan kepentingan masa depan sepak bola Indonesia, penilaian tak boleh cuma terpaku pada sepak bola murni.

Faktor-faktor sosial, budaya, kepenimpinan, dan komunikasi juga penting menjadi pertimbangan. Pendekatan ini memungkinkan setiap saat semua pelatih dapat dan boleh dievalusi, termasuk Shin Tae-yong . Dan kalau memang dirasakan diperlukan pergantian merupakan sesuatu yang dapat dilakukan. Dari sudut ini pergantian Shin Tae-young hal yang normal saja.

Harga Mati Target Patrick Kluivert

Dari proses yang ada PSSI menghendaki ada gabungan kedua teori itu.Prestasi iya, harmonisasi, komunikasi dan kepemimpinan juga iya.

Bagi Pengurus PSSI, prestasi jelas sangat penting. Pelatih kesebelasan nasional Indonesia harus membawa sepak bolah Indonesia kepada lebih yang lebih tinggi. Harus menggapai prestasi yang jelas. Dalam hal ini , Shin Tar-young telah memenuhi syarat yang ada. Namun pengurus PSSI menilai unsur harmonis, solidaritas, komunikasi dan kepemimpinan merupakan hal yang juga penting. Sesuatu yang justru dipandang kurang ada pada Shin Tae-yong. Oleh karena itu Shin Tae-yong dipecat.

Lantas datanglah Patrick Kluivert. Minggu siang, 12/1/2025, dia diperkenalkan secara resmi.
Dalam berbagai wawancara sebelumnya Patrick Kluivert memang memiliki visi harus ada kesatuan yang harmonis antara pemain, pelatih, induk organisasi dan para pendukungnya. Artinya Patrick Kluivert dinilai dapat memenuhi elemen harmonisasi, komunikasi, dan kepemimpinam buat sistem nasional. Oleh sebab itulah dia dipilih untuk diangkat menjadi pelatih baru kesebelasan nasional.

Dari proses ini dapat terlihat, Patrick Kluivert baru memenuhi salah satu syarat teori, tetapi pada sebagian lagi dia belum membuktikannya. Patrick Kluivert baru punya setengah kepingan, tetapi belum punya setengah kepingan lainnya.

Makan dari pendekatan ini, jelas menjadi harga mati bagi seorang Patrick Kluivert harus memberikan prestasi konkrit kepada kesebelasan Indonesia. Dan karena waktunya untuk menembus target masuk sebagai peserta Piala Dunia, Patrick Kluivert tak boleh lagi bertumpu pada proses. Dia harus langsung diukur dengan hasil. Dengan prestasi. Bukan saatnya lagi bicara mengenai pemahaman sosiologis sepak bola Indonesia. Patrick Kluivert sudah dituntut untuk segera mengapai hasil maksimal. Hasil sesuai target.

Target terdekat kesebelasan nasional Indonesia: masuk final menjadi peserta Piala Dunia 2026. Tak soal mau lewat dua besar atau play of melalui empat besar. Pokoknya harus lolos. Kelolosan ini yang sudah ada melekat sebagai ekspetajsi atau harapan pada kepingan kepelatihan Shin Tae-young. Kepingan inilah yang harus dicapai oleh Patrick Kluivert.

Jika kesebelasan Indonesia kalah dari Australia dalam pertandingan tandang dan kemudian di kandang tidak manpu mengalahkan China dan Bahrain, maka kesimpulannya sudah jelas : Patrick Kluivert telah gagal. Dia sudah menghempaskan asa bangsa Indonesia yang sedang tumbuh berkembang. Dia tak berhasil memenuhi teori hasil sepak bola. Dalam hal ini, tak perlu menunggu lama lagi, dan tak perlu lagi ada perdebatan kembali, Patrick Kluivert sudah pasti segera layak didepak.

Jika gagal, Patrick Kluivert hanya menghadirkan sebagian kepingan: yakni aspek komunikasi, harmonis serta kepemimpinan sesuatu yang dinilai kurang atau tidak ada dari Shin Tae-young. Sebaliknya kalau Patrick Kluivert tak berhasil menembus Piala Dunia, dia gagal memberikan prestasi, kepingan yang sudah dimiliki Shin Tae-young.

Kalau itu terjadi, sebagaimana sikap profesionalitas kita kepada Shin Tae-young, terhadap Patrick Kluivert pun harus diterapkab hal sama. Profesional. Tak perlu ada belas kasihan untuk memecatnya, walaupun usia kepelatihanbya baru seumur jagung.

Sebaliknya, jika Patrick Kluivert berhasil mencapai hasil yang baik melawan Asutralia dan menang melawan China dan Bahrain, serta meloloskan Indonesia ke Final Piala Dunia 2026, berarti dia mampu menyatukan kepingan sosial yang sudah dimilikinya dan kepingan prestasi yang sebagian sudah dimiliki Shin Tae-young. Dengan kata lain Patrick Kluivert merupakan kepingan hilang yang telah kita temukan kembali untuk
menyatukannya dengan Kepingan yang telah kita miliki lewat Shin Tae-young.

Dalan konteks ini, tegasnya Patrick Kluivert berhasil menyatukan teori kemurnian sepak bola yang kita pinjem dari teori kemurnian Hans Kelsen dengan teori hukum sosiologis yang merupakan kenyataaan harapan masyarakat bangsa Indonesia.

Dalam dua bulan ke depan sudah akan terbukti mana yang benar dan mana yang blunder. (*)