Lalu hal kedua yang saya ingat lagi ketika Sulthan menjalani perawatan di Singapura, kami mendapat telepon dari sahabat yaitu Mas Arief, bupati Kebumen yang sedang berada di Makkah. Dalam telepon Mas Arief bercerita kalau semalam bermimpi Mas Sulthan duduk diantara raja. Sianggasana raja sangat mewah, sedangkan saya (Mas Arief,red) duduk dibawahnya. Dari cerita Mas Arief, Sarmuji menyimpulkan bahwa putranya itu akan kapundut (di panggil Alllah).
Ketika Bupati Kebumen itu takziyah, dirumah ini Mas Arief menyampaikan pesan lagi dan bilang “Pak Sarmuji ada lagi yang ingin saya sampaikan ke panjenengan! Apa itu, jawab saya ke Mas Arief, sebenarnya saat Sulthan duduk di singgasana raja itu, ada orang lain yang duduk di sebelahnya lagi yakni Mak Saya (Ibu saya).
Mas Arief, kata Sarmuji begitu kaget ketika ziarah makam, ternyata makam Mas Sulthan, bersebelahan dengan Neneknya yaitu Mak Saya. Kalau malam ini bertepatan dengan 100 harinya Mas Sulthan dan haul almarhum Mak Saya, kira kira memang ada hubungannya. “Saya mohon doa panjenengan semuanya semoga anak saya dan Mak saya diampuni semua kesalahan dan dosanya,”.
Sultan, adalah putra pertama pasangan M Sarmuji-Maqnuniyah. Doa bersama yang diawali dengan pembacaan surat Yasin dan Tahlil dipimpin empat Kyai masing masing pengasuh ponpes Ar Risalah Lirboyo Kediri, Kyai Muhammad Bin Muafi dari Sampang, Kyai Hasan Irsyad dari Probolinggo, Kyai Adib Faisal Probolinggo, Gus Ubaid dari Tulungagung.
Hadir malam itu pengurus pleno DPD Golakr Jawa Timur, beberapa ketua DPD kabupaten/kota dan kolega Sekjen DPP Partai Golkar M. Sarmuji. (*)