“Dan karena memasarkan itu bagian dari kurikulum, maka sudah barang tentu hasil dari upaya memasarkan itu menjadi proyeksi dari penilaian raport siswa yang bersangkutan,” jelas Titik Yuliani.
Pemasaran barang – boleh di luar lingkungan sekolahan – papar Titik, bisa dilakukan di lingkungan keluarganya atau handai taulan sekampungnya.
“Misalnya, orang tua siswa membutuhkan pembersih lantai untuk kesehatan rumah tangganya, kan mendukung jika mengambil produk putra-putrinya sendiri. Tapi yang jelas tidak boleh memaksa,” Titik memisalkan.
Menurut Titik, terdapat aneka rupa makanan, minuman dan barang kebutuhan rumah tangga, yang diproduksi sekaligus dipasarkan para siswa SMKN 3 Kota Madiun.
Hasil produksi itu antara lain, sabun cuci piring Rp. 13.000/ botol, pelembut pakaian Rp. 8.500/ botol, pembersih lantai Rp. 8.000/ botol. Sedangkan makanan dan minuman antara lain, roti bakery skima Rp. 2.500 – 10.000/ buah, sambel pecel Rp. 16.000/ Kg dan air mineral isi ulang Rp. 5.000/ galon.
Sejauh ini, kata Titik, menyangkut proses pemasaran yang dilakukan para siswa, tidak terjadi permasalahan di lapangan. Menurutnya, belum pernah terdeteksi adanya pemaksaan dalam pemasaran.
Lantaran, jelasnya lagi, unsur memaksa tidak pernah diteorikan dalam proses belajar mengajar bidang mata pelajaran Pemasaran.
“Sudah saling menyadari. Sudah saling memahami, antara pihak masyarakat dan para siswa. Yang jelas, disitu sarat akan muatan pendidikan,” pungkas Titik. (*)