Oleh : Dr. H. Abdul Rouf, M.Ag
Marhaban ya Ramadlan, Marhaban ya shahra shiyam…
Selamat menikamti bulan Ramadlaan, Selamat menikmati tadarus al-Qur’an dan kajian ilmu agama Islam dibulan Ramadlan 1442H.
Selamat memasuki hari sepuluh yang kedua dibulan Ramadlan, yaitu hari-hari penuh ampunan Allah swt (al-Maghfirah), setelah melewati hari-hari penuh kasih sayang Allah (al-Rahmah) dan semoga kita bisa masuk hari sepuluh yang terakhir,yaitu ‘itqun min al-Nar (Pembebasan dari siksa Neraka). Amin ya Rabbal’alamin.
Generasi yang lahir tahun 1970, akan mempunyai pengalaman belajar al-Qur’an berbeda dengan generasi zaman sekarang. Hampir seluruh santri yang mengaji waktu itu dengan system sorogan (Methode Turutan), Belajar mengaji al-Qur’an dengan methode atau memakai kitab Turutan yang dikenal dengan methode al-Baghdadi.
Metode ini merupakan metode yang paling tua dan berasal di ibukota Iraq, Baghdad. Metode ini dicetuskan oleh Abu Mansur Abdul Qafir Baghdadi.
Barangkali metode ini adalah yang pertama dikenal oleh masyarakat muslim Indonesia. Metode ini sejak dulu diterapkan oleh para guru atau guru mengaji secara tradisional di Musholla, Masjid, dan rumah-rumah mereka dan hingga sekarang ini masih ada beberapa Guru Ngaji yang memakai metode ini.
Methode pembelajaran al-Qur’an dibuat seperti system antri, dalam rangka menguji kesabaran santri. Setiap santri harus membawa kitab turutan, dan harus mendapatkan pelajaran dari seorang guru, mereka duduk rapai dengan system antrian ke kanan dan kiri seorang guru mengaji, dan dalam rangka memudahkan belajar membaca al-Qur’an mereka memakai alas “Dampar” (meja panjang yang khusus terbuat dari kayu untuk memudahkan talaqqi ( mendengar, melihat dan mengucapkan apa yang ditujukkan oleh sang Guru Ngaji dengan media “duding” (sejenis ijuk/irisan bambu kecil untuk memudahkan pengenalan huruf hija’iyyah dan harakat ( fathah, dhammah,kasrah,sukun dan tasydid) yang ada pada kitab turutan.
Setiap menghadap Guru Ngaji untuk mendapatkan materi baru, seorang murid harus “nderes” materi yang diberikan sebelumnya, jika belum menguasai dengan baik, maka belum ditambah materi baru, dan harus nderes terus sampai bisa membaca dengan baik, lalu menghadap lagi untuk mendapatkan materi baru.
Nderes al-Qur’an adalah satu kebiasaan seorang santri ngaji al-Qur’an dengan mengulang-ngulang bacaan yang sudah ditashih oleh seorang Guru Ngaji sebelum mendapatkan tambahan materi dan atau sesudah mendapatkan materi.
Misalnya si A sudah masuk materi pengenalan huruf dengan fathah aa-ba-ta-tsa dst, sebelum mendapatkan materi ii-bi- ti-tsi dan uu-bu-tu tsu, ia harus membaca aa-ba-ta-tsa dengan benar dihadapan Guru Ngajinya, jika bacaanya dianggap sudah baik dan benar, maka ia akan ditambah materi baru,yaitu ; ii-bi-ti-tsi dan uu-bu-tu-tsu. Setelah ditalaffudkan guru nhajinya dan diikuti oleh si A, jika bacaan sudah benar, maka dbergantian dengan santri yang lain.
Sementara si A belum boleh meninggalkan tempat, ia harus “nderes” materi yang sudah diberikan dengan baik.
Nderes disini berarti mengulang-ulang materi bacaan yang sudah diberikan oleh seorang guru ngaji.
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu kata darosa-yadrusu, yang berarti mengkaji, meneliti, mempelajari, menelaah, dan mengambil pelajaran.
Istilah nderes lebih banyak disambung dengan kata al-Qur’an, nderes al-Qur’an, dan jarang sekali dipakai untuk kata yang lain, umpamanya nderes kitab fiqh atau tasawuf.
Begitu juga dengan istilah Darus atau Tadarus al-Qur’an, juga berasal dari bahasa arab darasa-yadrusu dengan ditambah huruf ta’ yang berarti saling (lil musyarakah) tadaarosa-yatadaarosu-tadarusan, bermakna saling belajar atau mempelajari (Al-Qur’an) secara lebih mendalam.
Oleh sebab itu, kegiatan tadarus al-Qur’an selalu dilakukan oleh beberapa orang dalam satu tempat. Mereka membaca al-Qur’an secara bergantian, saling menyima’ dan mengingatkan jika ada bacaan al-Qur’an yang dianggap salah dari sisi bacaan Tajwidnya.
Pada bulan Ramadlan kegiatan ini selalu dilakukan setiap bakda sholat jama’ah, ada yang melakukan bakda sholat jama’ah Shubuh, bakda jama’ah sholat Ashar atau bakda Sholat Tarawih.
Diantara tujuan Tadarus al-Qur’an pada bulan Ramadlan adalah agar mendapatkan pahala bacaan al-Qur’an sebanyak-banyaknya dari Allah swt dan mendapatkan keutamaan dari bacaan tersebut, sehingga bacaan al-Qur’an selalu diulang-ulang. Setelah khatam membaca bersama-sama, dimulai lagi dengan juz pertama hingga juz tiga puluh, sehingga mereka bisa mengkhatamkan bacaan al-Qur’an bersama-sama sampai lima hingga delapan kali khataman.
Setiap mukmin yakin, bahwa membaca al-Qur’an saja, sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah Kalamullah.
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim,Rasulullah menyatakan tetang kelebihan martabat dan keutamaan orang membaca Al-Qur’an yaitu ;
“Perumpamaan orang mu‟min yang membaca al-Qur’an adalah seperti bunga Utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat, orang mu’min yang tak suka membaca al-Qur’an adalah seperti buah kurma, baunya tak begitu harum tapi manis rasanya, orang munafiq yang membaca al-Qur’an ibarat sekuntum bunga, berbau harum tapi pahit rasanya dan orang munafiq yang tak membaca al-Qur’an tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.”
Berdasarkan hadits ini bahwa membaca al-Qur’an . baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh dan mendapatkan pahala disisi Allah swt, serta manfaat bagi yang membacanya , memberikan cahaya kedalam hati yang membacanya
Dalam membaca al-Qur’an diwaktu bulan Ramadlan atau diluar bulan hendaknya, seorang pembaca selalu menjaga adab dan tata sopan santun dalam membacanya.
Diantara adab seseorang yang membaca al-Qur’an adalah :
a. Berwudhu,
b. Membaca ditempat yang suci, disunnahkan di Masjid atau Musholla.
c. Memakai penutup kepala dan menghadap kiblat,
d. Membaca Taawudz,
e.Menyempurnakan bacaan dengan tajwid dan lagu yang baik.
f. Merendahkan suara bila khawatir riya’ jika tidak, lebih utama mengeraskannya. g.Mengarahkan pikiran dan perasaan untuk memahami bacaan.
h. Merenungi ayat-ayat yang dibaca.
I. Membaca mushaf lebih utama daripada hafalan.
j. Makruh untuk bergurau, tertawa atau melihat sesuatu yang akan
mengganggu dan menghentikan bacaan.
k. Bersujud ketika membaca ayat sajdah (Wahid, Al-jumatus Syarif, 2007,7-9)
Tradisi dan kebiasaan tadarus al-Qur’an merupakan ittiba’ pada salah satu kebiasaan Rasulullah pada bulan Ramadlan, sebagaimana dalam sejarahnya kodifikasi al-Qur’an fase pertama, yaitu pada zaman Rasulullah saw, beliau selalu dibimbing oleh Malaikat Jibril dalam rangka memelihara hafalan-hafalan dan tertibnya ayat al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah swt kepadanya.
Dari Ibnnu Abbas ra berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yg paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya al-Quran. Sungguh Rasulullah Saw orang yang paling lembut daripada angin yg berhembus”(HR. Bukhari)
Bulan Ramadlan 1442H sudah berada dipertengahan ke-dua, berarti memasuki hari-hari yang penuh maghfirah (ampunan), juga hari peringatan sejarah bertemunya dua pasukan pada perang Badar yaitu pasukan Rasulullah saw dan pasukan kafir Quraisy, dimana pada saat itu juga pertama kali Allah swt menurunkan ayat al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw (al-Anfal; 41), yaitu pada tanggal 17 Ramadlan.
Begitu juga menurut Syekh Mahmud Basya dalam Kitab Nurul Yaqin fi sirati Sayyidil Mursalin h.19 bahwa Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertamanya di Gua Hira’ , yaitu tepat pada, 17 Ramadlan 13 tahun sebelum Hijrah atau bulan Juli 610 M.
Semoga dengan peringatan Nuzul al-Qur’an pada Ramadlan 1442H, Allah swt selalu membimbing kita semua agar mulazamat fi qiraatil Quran (selalu istiqamah membaca al-Quran). Sesuai dengan salah satu pesan dari Pendiri Universitas Darul’Ulum almarhum Dr KH Musta’in Ramly kepada para santrinya, agar selalu menjaga Sholat berjama’ah dan membaca Qur’an…
Amin ya Rabbal’alamin……
*) Penulis asalah Dosen Pasca Sarjana Universitas Darul Ulum Jombang