Jumat, 29 Maret 2024
32 C
Surabaya
More
    OpiniTajukPemukulan Wartawan “Kebodohan Lama”

    Pemukulan Wartawan “Kebodohan Lama”

    Oleh : Djoko Tetuko Abdul Latief – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi.com

    Ketika Undang Undang Cipta Kerja sebagai rangkaian dari Omnibus Law, mendapat protes dari seluruh provinsi, demo di mana-mana, Kamis (8/10/2020), sayang tidak dihadapi dengan profesional dan proporsional, sehingga terkesan kurang siap menerima umpan balik sebagai masukan dari kalangan aktifis mahasiswa, organisasi buruh, dan seluruh masyarakat sipil.

    Lebih tidak demokratis lagi, masih ada pemukulan dan penganiayaan terhadap para wartawan, juga peserta demo dengan model-model kekerasan. Inilah kesalahan terbesar ketika tidak siap menerima umpan balik dengan cara-cara kurang profesional. Bahkan berbau preman. Padahal jika lebih elok, petugas mininal menyiapkan lapangan untuk peserta demo dengan diminta tanpa kekerasan, dan ada juru bicara pemerintah menjelaskan Undang Undang Omnibus Law, kekurangan dan kelemahannya.

    Tetapi sayang seribu sayang, justru “kebodohan lama” masih terjadi, pemukulan dan penganiayaan terjadi di mana-mana. Bahkan, terhadap wartawan lebih kurang manusiawi, juga terhadap para aktifitis demo.

    Padahal, wartawan menjadi simbol sebuah demokrasi berjalan sejati atau hanya sekedar dikebiri. Mengingat Undang Undang Pers disahkan dengan pertimbangan;

    Pertama, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;

    Kedua, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

    Ketiga, pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

    Keempat, pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

    UU Pers juga mengamanatkan, sebagaimana pasal 4 memberikan jaminan ;
    (1). Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
    (2). Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
    (3). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
    (4). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

    Pasal 5 mengamanatkan;
    (1) “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
    (2). Pers wajib melayani Hak Jawab.
    (3). Pers wajib melayani Hak Tolak.

    Peranan paling penting sebagai pers nasional;
    Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
    a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
    b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
    c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
    d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
    e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;

    Sementara itu, Polisi dengan ilmu pengetahuan dan dukungan sumber daya manusia, serta dukungan perkembangan teknologi, sudah mumpuni. Mempunyai motto dalam bahasa Sanskerta: Rastra Sewakottama
    (Pelayan utama Bangsa), kini mempunyai jumlah personel
    470.391 (2019). dengan anggaran
    Rp 104,7 triliun (APBN 2020), justru belum mampu bermain cantik dan indah menjadi simbol demokrasi negeri ini.

    Semestinya Polisi menjalankan tugas sesuai tupoksi Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu;
    1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
    2. menegakkan hukum; 3. dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

    Sedangkan Polisi dalam demo menolak UU Cipta Kerja, sama sekali tidak memberikan perlindungan dan pengayoman. Bahkan menembakkan peluru karet dan menyemprotkan gas air mata, guna melemahkan demonstran. Korban di mana-mana. Inilah “kebodohan lama” . (*)

    Penulis : Djoko Tetuko

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan