“Tentu ini juga bagi seluruh masyarakat Jatim, saya rasa kita dalam posisi yang siap untuk menggelontorkan anggaran untuk menggerakkan sektor ultra mikro, mikro kecil dan menengah di Jawa Timur apapun. Tapi lebih spesifik karena memang kekuatan Jatim pada industri olahan makanan dan minuman,” lanjutnya.
Kampung coklat, lanjut Khofifah, bisa menjadi sentra pembelajaran bagi SMK dan perguruan tinggi dan menjadi destinasi wisata edukasi.
“Untuk membangun sinergitas, dari proses menanamnya, mengolahnya, packinging sampai menjualnya. Jadi mungkin sambil sekarang proses pembelajaran belum normal seperti yang dulu, barang kali secara bertahap dan secara terbatas anak-anak bisa diajak untuk melihat cara mengolah coklat dan seterusnya. Sehingga dari sini mereka punya inspirasi untuk menjadi pelaku-pelaku usaha terutama di bidang percokelatan di Indonesia,” pungkasnya.
Ketua Poktan Mulyojati, Mulyono mengungkapkan rasa bangganya atas dukungan yang telah diberikan pemerintah mulai dari pemerintah daerah hingga pusat sehingga pihaknya saat ini bisa memfasilitasi 1.337 petani kakao se-Kabupaten Mojokerto, yang tergabung dalam 21 poktan yang mengelola 447 ha kebun kakao dan ada 1.300 ha yang mulai tanam.
“Ini merupakan sebuah gerakan dari bawah agar kita punya harga diri untuk bisa terjual, tiap hari dari petani kita menghasilkan produk 3 kuintal. Dengan melihat perkembangan jumlah petani kakao yang luar biasa, akhirnya kita tingkatkan dengan membuat pabrik pengolahan dengan kapasitas 1 ton per hari pada tahun 2021,” cerita Mulyono
Kini, pihaknya sudah bisa menciptakan 60 jenis produk dari Kakao, mulai dari hulu sampai hilir yang dikemas dengan brand cokelat Majapahit. (guh)