Jumat, 29 Maret 2024
25 C
Surabaya
More
    OpiniPojok TransparansiTarekat, Generasi Muda Ditengah Pandemi

    Tarekat, Generasi Muda Ditengah Pandemi

    Oleh : Dr. H. Muhtadi Mahfudh (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Darul ‘Ulum Jombang)

    Peran Tarekat

    Kehadiran tarekat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, memberi peran penting terutama penyadaran akan arti pentingnya melanggengkan wirid, yaitu suatu amalan yang dilaksanakan secara terus-menerus (istiqamah) pada waktu tertentu dan dengan jumlah bilangan tertentu, seperti setiap selesai mengerjakan shalat lima waktu, atau waktu tertentu yang lain (Abdul Aziz Masyhuri, 2014).

    Tarekat juga berperan menjaga harmonisasi antara kehidupan jasmaniah yang bersifat materialistik dengan kehidupan rohaniah yang bersifat spiritualistik. Menjaga keseimbangan ini dirasa penting di tengah berbagai tantangan kehidupan masyarakat modern yang tengah dilanda berbagai kenyataan pahit, mulai dari Covid 19, krisis ekonomi, krisis moral, dan krisis kesadaran serta perilaku hedonistik. Tarekat sebagai orde sufisme telah memainkan perannya dalam ikut serta menjaga keseimbangan sosial dimaksud (Said Agil Siradj, 2004)

    Di tengah kegalauan bahwa materi bukan satu-satunya penyebab kebahagiaan, muncullah ajaran tasawuf yang mengajarkan agar manusia  bisa menemukan kebahagiaan lewat doa dan dhikir, dengan tidak melupakan mencari rizki sebagai bagian kehidupan manusia yang mesti dijalankan. Ajaran agama, juga menganjurkan pentingnya adanya keseimbangan di dalam menakar kehidupan, Allah SWT berfirman, al-Qashash ayat 77 yang artinya: Carilah kehidupan ukhrawi, tapi jangan melupakan kehidupan duniawi.

    Tarekat mengajarkan akhlak al-Karimah yang bisa menjadi pedoman bagi setiap individu di dalam segala aktifitasnya, tarekat memberikan nuansa apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan, tarekat memberi  pedoman moralitas yang di dalam perilaku bisnis, politik, dan berbagai kehidupan yang lain. Menurut Nurcholish Madjid, bahwa tarekat yang ada sekarang merupakan hasil dari penyelarasan antara ahl al-Bawatin dan ahlu al-Dhwahir, sehingga sesungguhnya tidak terlampau dikuatirkan.

    Tasawuf dengan segala manifestasinya dalam gerakan-gerakan tarekat itu, pada prinsipnya adalah hasil ijtihad dalam usaha untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Sebagai hasil ijtihad untuk mendekatkan diri kepada Allah, dapat benar dan dapat pula salah, dengan pahala ganda bagi yang benar dan pahala tunggal bagi yang salah. Maka  tidak dibenarkan sikap pro-kontra yang bernada saling menyalahkan orang lain dan menganggap dirinya yang paling benar (Nurcholish Madjid, 2008).

    Jika dicermati dengan baik, adanya perbedaan dalam mengimplementasikan ajaran tarekat itu hal yang biasa, misalnya tarekat pada kemurshidan Kiai Kholil Rejoso, untuk bisa menjadi murid tarekat, minimal harus berusia 40 tahun dan memahami syareat dengan baik.

    Hal yang sama terjadi pada awal kemurshidan Kiai Romli Rejoso, namun pada akhirnya juga memperbolehkan menjadi murid tarekat dari generasi muda dan orang awam. Menurut pesan dari mbah Hasyim Asy’ari, masalah syareat bisa dipelajari bersama setelah menjadi murid tarekat, mengingat tarekat apapun yang tidak sesuai dengan syareat, tergolong tarekat yang sesat.

    Sungguhpun pada kenyataannya bahwa mayoritas jamaah tarekat terdiri dari  usia lanjut (40 tahun lebih) tidak berarti adanya larangan bagi generasi muda untuk ikut baiat. Minimnya generasi muda dan kelompok tertentu masuk tarekat, lebih disebabkan karena adanya anggapan bahwa, tarekat itu amalan khusus orang tua, takut tidak bisa istiqomah, amalannya terlalu berat, masih banyak kesibukan duniawi, dan alasan serupa yang lain. Alasan tersebut sangatlah dimaklumi, mungkin mereka belum tahu ajaran tarekat secara baik dan benar.

    Tidaklah demikian bagi generasi muda dan kelompok tertentu yang sudah menjadi murid tarekat, ajaran tarekat bisa diamalkan dengan istiqamah dan aktivitas kesehariannya tidak terganggu. Bahkan mereka merasa lebih tenang dan nyaman jika dibanding dengan sebelumnya, walaupun pada awalnya mereka mengaku ada sedikit kesulitan dalam melakukannya.

    Pada kemurshidan Kiai Musta‘in, ada semacam dakwah (ajakan) secara halus terhadap para pejabat pemerintah, orang awam, dan generasi muda, untuk ikut baiat menjadi murid tarekat. Menurutnya, dirasa penting untuk membekali mereka agar hatinya terisi dengan dzikir kepada Allah SWT.

    Kondisi ini terus berkembang hingga sekarang di bawah kemurshidan Gus Mujib Musta‘in yang berpusat di gedung Mujahadah Undar Jombang, tarekat semakin banyak diminati murid-murid baru dari kalangan generasi muda, misalnya dari Mataram, Tabanan Bali, dan sebagian wilayah Jawa Timur seperti, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan yang lain.

    Hal serupa juga terjadi di banyak tarekat seperti, TQN Kedinding Surabaya (Kiai Asrori), TQN Suryalaya (Abah Anom), dan masih banyak tarekat yang diminati oleh generasi muda dan kelompok tertentu. Mereka mulai dapat merasakan pentingnya menjadi murid tarekat, agar hatinya terhindar dari sifat riya’, sombong, malas, dan sifat-sifat tercela lainnya.

    Generasi Muda dan Tarekat

    Generasi muda dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, cenderung berpikir kritis dan rasional, serta mudah terpengaruh terhadap sesuatu yang bersifat negatif, itu lebih disebabkan karena belum memiliki pengetahuan yang luas dan prinsip yang kuat. Fenomena yang berkembang di masyarakat seperti tersebut di atas, dibutuhkan seorang figur yang dapat diteladani dalam banyak hal serta menjadi pembimbing sepiritual yang mempunyai sanad atau silsilah (mata ranatai) yang bersambung hingga Nabi Muhammad saw.

    Wakil sekjen Jam’iyyah Ahli al-Tariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyyah (JATMAN), Hamdani Mu‘in melihat adanya perubahan paradigma di masyarakat bahwa tarekat tak hanya dilihat sebagai urusan spiritualitas, tapi juga berkaitan dengan gerakan sosial. Jamaah tarekat kini lebih banyak terlibat ke  penguatan ekonomi dan sosial dalam bermasyarakat dan berbangsa.

    Menurutnya, untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, seseorang harus bisa memberikan kontribusinya di tengah masyarakat. Untuk itu, pengamal  tarekat hendaknya berperan di tengah masyarakat dengan bekal iman dan takwa kepada Allah SWT. Karena itulah gerakan sosial dan keagamaan ini tidak hanya diminati kalangan generasi tua, tetapi jug diminati oleh masyarakat lintas  profesi dan generasi.

    Untuk semakin meningkatkan spiritualitas sekaligus menyalurkan kepedulian sosialnya, para pemuda tarekat, kini diwadahi dalam sebuah lembaga bernama Mahasiswa Ahl Al-Tariqah Al-Mu’tabarah Al-Nahd}iyyah (MATAN).  Melalui lembaga ini para pemuda tarekat memiliki keseimbangan intelektual, spiritual, dan nasionalisme.

    Lembaga yang terbuka bagi semua pemuda dari kalangan manapun, ini menerapkan lima prinsip dasar yang wajib dicapai oleh kadernya, yaitu memiliki kemampuan intelektual yang baik, memiliki peningkatan kualitas ibadah, jauh dari penyakit hati, patuh dan taat kepada Allah SWT, Rasulullah saw dan guru-guru murshid, termasuk pimpinan sebuah lembaga serta mengabdi kepada umat, agama dan bangsa. MATAN menyinergikan bagaimana intelektual itu maju, tetapi juga spiritualitas dan moralitas tetap dibangun.

    Tarekat memberikan pelajaran bahwa manusia itu terdiri dari dua aspek yakni rohaniah (spiritual) dan jasmaniah (material), kedua aspek ini harus dipenuhi secara seimbang dan berkesinambungan yang dibimbing oleh murshid, agar manusia dalam menjalani hidupnya tidak mengalami kegelisahan dalam kedua aspek tersebut.

    Setidaknya dapat mengurangi tingkat kegelisahan yang dialami dalam menempuh kehidupan sehari-hari serta mengetahui solusi yang harus dilakukan untuk menghilangkan kegelisahannya.

    Pada saat adanya QOVID 19 ini, bahwa KBM di semua lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi menggunakan daring guna mencegah penularan QOVID 19. Sebagian besar tempat-tempat ibadah juga di tutup, kegiatan sosial keagamaan juga nyaris libur, bahkan khususiyah yang merupakan rutinitas mingguan dan bulanan murid tarekat baik di pusat maupun daerah juga diliburkan sementara.

    Walau demikian halnya, nampaknya murid tarekat tetap tenang dan waspada karena telah di baiat (janji setia) oleh murshid agar hatinya selalu online kepada Allah SWT(berdzikir kepada-Nya) minimal sehari semalam lima kali, dengan mengadakan rabit}ah kepada guru (menghadirkan wajah murshid) untuk bisa wusul (bersambung) kepada Allah SWT.

    Dengan bersambungnya hati kepada-Nya dalam setiap saat yang dibimbing oleh murshid inilah diantara salah satu yang menjadi motivasi untuk menjadi murid tarekat. Semoga sisa usia ini, bisa kita manfaatkan untuk mengabdi kepada Allah SWT dan mengemban ilmu yang bermanfaat bagi sesama. Wallahu  waliyyuttaufiq wannajah. (*)

    Penulis : Dr. H. Muhtadi Mahfudh

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan