SURABAYA – Ribuan orang dengan berpakaian lengkap ala pejuang, berjejer sembari menenteng berbagai senjata di depan Kantor Bappeda Provinsi Jatim (Pintu Masuk Timur Tugu Pahlawan), Sabtu (9/11/2019). Di lokasi tersebut, juga tampak kendaraan tempur jenis Anoa, dan Jeep Willys.
Mereka merupakan peserta Parade Surabaya Juang 2019 yang digelar Pemerintah Kota Surabaya dalam rangka menyambut Peringatan Hari Pahlawan. Para peserta itu, terdiri dari jajaran Oranisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya, pelajar, TNI, Polri, Veteran, dan komunitas pecinta sejarah dari seluruh Indonesia. Ada pula peserta dari perwakilan delegasi Negara Rusia, yakni Kota St. Petersburg, dan Volgograd. Setidaknya ada tiga ribu peserta yang mengikuti Parade Surabaya Juang 2019.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana dan Jajaran Forpimda Surabaya juga nampak hadir di lokasi tersebut.
“Dahulu ketika para pejuang merebut kemerdekaan tahun 1945, semua ikut berjuang dengan seluruh lapisan masyarakat. Berbagai suku bangsa, agama dan etnis, ikut berjuang bersama. Bahkan kala itu, juga ada pejuang dari kalangan pesantren-pesantren. Karena itu, saya ingin menyampaikan, kita jangan pernah melupakan apa yang pernah diperjuangkan oleh para Pahlawan untuk negara kita, untuk kota kita tercinta seperti saat ini,” kata Risma dalam sambutannya.
Menurutnya, ketika para pejuang merebut kemerdekaan, mereka tidak pernah membeda-bedakan. Karena itu, Risma berpesan kepada warga Surabaya agar mencontoh sikap para pendahulu. Caranya, dengan tidak mudah terprovokasi untuk terpecah-belah, karena berbeda suku bangsa, agama maupun etnis.
“Jangan mudah dihasut, jangan mudah kena hoax, karena sesungguhnya mereka yang membuat fitnah dan hoax adalah mereka yang ingin memecah persatuan dan kesatuan kita untuk menghancurkan NKRI tercinta,” tegasnya.
Arek-arek Suroboyo, lanjutnya, harus mencontoh para pejuang dengan menjadi teladan bagi seluruh bangsa dan negara. Jika ingin Kota Surabaya semakin maju, maka semua harus bersatu padu melawan kemiskinan dan kebodohan.
“Arek-arek Suroboyo adalah arek-arek pejuang yang tidak kenal menyerah dan putus asa. Ayo kita tetap berjuang, sekali Merdeka, tetap Merdeka,” pesannya.
Usai sambutan Risma, acara diisi dengan pembacaan puisi berjudul “Surabaya Bhineka” yang dibawakan Leak Kustiya. Menariknya, usai pembacaan puisi, tiba-tiba saja suara dentuman keras mirip meriam terdengar bersahutan.
Suasana di lokasi tiba-tiba nampak tegang. Ratusan orang berlarian sambil menenteng senjata, dan menembak ke arah berlawanan. Ini pertunjukan teatrikal kolosal yang dibawakan oleh komunitas pecinta sejarah dari seluruh Indonesia.
Kemudian, dengan mengendarai Anoa, Risma bersama Forpimda Surabaya dan para peserta mulai berangkat menuju Taman Bungkul Surabaya. Di sepanjang rute perjalanan, masyarakat pun terlihat antusias menyaksikan rombongan Parade Surabaya Juang itu. Bahkan, banyak dari mereka yang mengabadikan momen itu.
Saat di depan Gedung Siola, para peserta berhenti sejenak untuk menyaksikan teatrikal kolosal perjuangan yang ditampilkan oleh komunitas pecinta sejarah dari seluruh Indonesia. Namun, ketika tiba di depan Hotel Majapahit, di atas kendaraan Anoa, Risma berteriak lantang membacakan puisi karya KH. Mustofa Bisri. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Surabaya adalah Kota Keberanian, Kota Kebanggaan,” begitu di antara bait puisi yang dibacakan Risma.
Setiba di Perempatan Jalan Bengawan, Risma kemudian menerima senjata dari perwakilan Veteran sebagai simbol penyerahkan estafet perjuangan kepada generasi berikutnya. Setelah itu, ia bersama Forpimda Surabaya tiba di garis finish dan menyaksikan penampilan dari berbagai peserta. Penampilan itu, mulai dari pembacaan puisi, drum band, hingga teatrikal perjuangan.
Whisnu Sakti Buana mengatakan, peringatan Parade Juang 2019 ini sebagai momentum untuk mengingat dan meneladani semangat para pahlawan. Menurutnya, rangkaian acara ini adalah upaya untuk membangkitkan semangat kesatuan bagi seluruh masyarakat Kota Surabaya khususnya.
“Artinya kita meneladani para pahlawan, bahwa kemerdekaan itu diraih oleh seluruh elemen, khususnya di Surabaya dan umumnya di Indonesia, dan ini merupakan upaya untuk membangkitkan semangat kesatuan,” kata Whisnu.
Dia juga menjelaskan, tantangan yang dihadapi kaum milenial saat ini ialah melanjutkan perjuangan para pahawan. Problem yang dihadapi era saat ini adalah masalah intoleransi, radikalisme dan masalah terorisme. “Jadi tantangannya hari ini adalah masalah intoleransi, radikalisme, masalah terorisme, itu yang kita hadapi dengan semangat 10 November 1945,” jelas dia. (wt)