“Kalau kerja di luar itu masalah waktunya, sangat disiplin. Kelebihan syuting satu menit pun harus izin, karena ada syuting kan melibatkan aktor dan kru yang banyak. Enggak bisa tuh 24 jam syuting, kru juga punya hak,” ujar Iko dalam jumpa pers film “Stuber” di Jakarta, Senin.

“Di sana sangat dihargai tenaga, pikiran dan waktunya. Semua divisi sama, harus fokus pada job desk masing-masing,” lanjutnya.

Selain itu, dalam produksi Hollywood seorang aktor benar-benar diberi fasilitas terbaik. Menurut Iko hal ini akan mempengaruhi kinerja di depan layar.

“Seorang aktor harus bisa 1.000 persen di depan kamera. Fasilitas dikasih dari produksi, kita bisa istiharat, meluangkan waktu sebelum syuting, kita bisa istirahat. Enggak dibedakan karakter kecil dan besar. Mereka kerja ya kerja, istirahat ya istirahat,” kata suami Audy itu.

Meski demikian, sisi kekeluargaan lebih dirasakan di Indonesia.

Menurut pemain “Miles 22” itu, para pemain dan kru di luar negeri hanya fokus pada pekerjaan masing-masing.

“Saya sebagai pemain, kalau di sini kekeluargaan. Kalau di sana tidak. Bukan pekerjaan mereka, tidak akan menyentuh job desk lain,” jelas pemain “The Raid” itu.

Sementara itu, Iko juga mengatakan bahwa kesempatan aktor Indonesia bermain di luar negeri kini sudah sangat terbuka, bahkan para pemainnya tidak lagi dipandang sebelah mata.

“Aktor di Indonesia enggak dipandang sebelah mata lagi. Teman-teman sudah banyak prestasinya di luar ekspektasi, Joe (Joe Taslim), Yayan (Yayan Ruhian), Cecep (Cecep Arif Rahman) bekerja di luar negaranya, pengalaman yang enggak bisa dibayar dengan uang,” ujar pemain “The Night Comes for Us”.

Beberapa film produksi luar negeri yang pernah dimainkan oleh Iko adalah “Miles 22”, “Beyond Skyline”, “Star Wars: Episode VII – The Force Awakens”, “Man of Tai Chi” dan “Triple Threat”. (kh)