Hamid mengaku sangat menyesalkan peristiwa meninggalnya guru seni rupa yang dianiaya muridnya itu. Sebab, menurutnya, penganiayaan berujung korban jiwa tak layak terjadi, khususnya di Pulau Madura.
Karena, Madura masih kental dengan budaya dan ajaran tentang siapa yang harus dipatuhi seorang anak, yakni “bhuppa’, bhabbu, ghuruh ratoh” (ayah, ibu, guru, raja). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Madura sangat peduli dengan tatakrama, termasuk menghormati guru.
“Slogan inilah yang selalu dijadikan sebagai panutan masyarakat Madura sejak dulu, tapi ada pergeseran, seharusnya guru dijunjung tinggi dihormati malah jadi korban jiwa akibat dianiaya siswa,” katanya.
Kehadiran Hamid disambut langsung ayah alm Budi, M. Satuman Ashari. Ia sempat berbincang bersama istri, Sianit Sinta untuk menyampaikan belasungkawa meninggalnya guru seni rupa tersebut.
Kemudian, rombongan Kemendikbud ini menyempatkan doa dan tahlil bersama dengan para anggota PGRI di Madura yang hadir kala itu.
Saat di Sampang Hamid sempat mengunjungi sekolah tempat mengajarnya alm Budi di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang. (fid)