Di Jawa Timur sendiri, kita mengenal variasi seperti pecel Madiun, yang dikenal dengan sambal kacangnya yang pedas dan pekat, atau pecel Blitar yang kerap ditambah parutan kelapa. Tak hanya itu, penyajian pecel dengan daun pisang atau disebut “pecel pincuk” juga menjadi tradisi khas yang menambah aroma alami pada sajian ini.
Simbol Keberagaman dan Kearifan Lokal
Di balik kelezatan nasi pecel, tersembunyi nilai-nilai filosofi yang erat kaitannya dengan budaya Jawa. Aneka sayuran melambangkan keberagaman, kesederhanaan, dan keselarasan dengan alam. Bumbu kacang yang menyatukan semuanya menggambarkan pentingnya harmoni dalam kehidupan.
“Bumbu kacang yang menyatukan sayuran dalam nasi pecel, seolah menjadi metafora tentang pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman.”
Nasi pecel juga merupakan contoh nyata dari prinsip “memayu hayuning bawana” upaya manusia untuk menjaga keseimbangan hidup dan menyatu dengan alam sekitar. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan lokal, sehat, dan bersifat sustainable, yang sejalan dengan semangat hidup berkelanjutan yang kini digaungkan di berbagai belahan dunia.
Dari Warung Tradisional hingga Meja Restoran Modern
Kini, nasi pecel tak lagi hanya ditemukan di warung pinggir jalan atau pasar tradisional. Banyak restoran hingga kafe bergaya modern menyajikan nasi pecel dalam versi kontemporer, lengkap dengan plating yang menarik dan bahan-bahan yang semakin beragam. Bahkan di luar negeri, nasi pecel mulai diperkenalkan sebagai bagian dari promosi kuliner Indonesia.
“Di balik kesederhanaan sepiring nasi pecel, tersembunyi filosofi kehidupan yang sarat makna tentang harmoni, kebersamaan, dan cinta terhadap alam.”
Namun, bagaimanapun cara penyajiannya, esensi nasi pecel tetaplah sama, sebuah sajian sederhana yang penuh cinta, kenangan masa kecil, dan rasa syukur atas alam yang memberikan segalanya.(*)