Hingga saat ini Indonesia masih memiliki tantangan dalam pengembangan pariwisata di antaranya mengenai konektivitas, kualitas SDM pariwisata, kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan, belum masifnya promosi dan branding pariwisata dalam negeri, dan keberlanjutan destinasi wisata dari sisi lingkungan.
Sektor pariwisata tentunya juga tidak dapat berdiri sendiri karena untuk pengembangannya dibutuhkan pula pengembangan pada aspek/elemen terkait lainnya.
Hal tersebut meliputi teknologi dan digitalisasi pariwisata (misalnya OTA, aplikasi booking, dan virtual tour), perdagangan dan suvenir (misalnya pasar tradisional, pusat oleh-oleh, dan e-commerce), ekonomi kreatif (contohnya kerajinan, fesyen, seni pertunjukan, film, dan musik), MICE, akomodasi (contohnya hotel, resort, vila, homestay, dan lain-lain), transportasi (termasuk layanan ride-sharing), makanan dan minuman (termasuk street food dan katering wisata), atraksi wisata (alam, budaya, sejarah, hiburan, dan taman rekreasi), jasa wisata (semisal tour operator, travel agent, dan pemandu wisata), serta peminatan khusus (semisal spa, wellness tourism, wisata medis, dan wisata industri).
Pemerintah melakukan sejumlah langkah strategis yang berfokus pada 10 Destinasi Pariwisata Prioritas dan 3 Destinasi Pariwisata Regeneratif, melalui program kerja antara lain program peningkatan aksesibilitas, konektivitas, dan tata kelola destinasi pariwisata, kebijakan penguatan ekosistem pariwisata (SDM, perizinan, atraksi, amenitas), dan kebijakan pembiayaan pengembangan pariwisata.
Ditambah lagi, Pemerintah juga memiliki 9 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Hingga 2024, investasi secara kumulatif pada KEK yang bergerak di sektor pariwisata dan pendukungnya telah mencapai Rp21,31 triliun, dengan realisasi penyerapan tenaga kerja mencapai 35.622 orang, dengan total 86 pelaku/badan usaha.
“Nah, 9 KEK itu kalau kita bandingkan dengan KEK manufaktur atau di bidang lain masih relatif tertinggal. Ini jadi kesempatan (berkembang) karena Pemerintah sudah memberikan seluruh fasilitas terkait dengan pembebasan bea dan kemudahan-kemudahan yang lain. Tetapi balik lagi kuncinya terkait dengan jembatan (mobilitas di) udara dan kemudahan, jadi itu kemarin beberapa negara siap untuk mendukung industri penerbangan. Tentu ini yang perlu kita lihat bagaimana realisasi kerja sama itu bisa didorong di dalam negeri,” papar Menko Airlangga. (din/ais)