Beranda Opini Pemberlakuan SK Pembatalan Mutasi ASN Pemkab Sidoarjo, Cacat Hukum

Pemberlakuan SK Pembatalan Mutasi ASN Pemkab Sidoarjo, Cacat Hukum

Dini Purnawansyah

Oleh Dini Purnawansyah

 (Ketua Ikatan Alumni Prodi Administrasi Publik Umsida)

Mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Sejumlah 495 ASN yang dilantik pada tanggal 22 Maret 2024 yang lalu, terpaksa harus mengelus dada akibat polemik yang terjadi.

Polemik ini terjadi setelah terbitnya SK pembatalan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo nomor 821.2/815/438.1.1/2024 tertanggal 5 April 2024 yang ditandatangani oleh Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor.

Setelah terbitnya SK pembatalan tersebut, publik terhenyak dan bisa dipastikan ASN yang namanya tercantum di dalam SK pengangkatan dalam jabatan yang dibatalkan tersebut, kaget dan syok. Bagaimana tidak, pelantikan ratusan ASN tersebut ternyata cacat prosedur dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Di dalam ketentuan pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, ayat (2) disebutkan bahwa: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Ketentuan di dalam UU tersebut, diperjelas kembali di dalam Surat Menteri Dalam Negeri RI Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024, perihal Kewenangan Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian.

Di dalam surat tersebut menyebutkan bahwa mulai tanggal 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan Kepala Daerah bagi daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada, dilarang melakukan pergantian pejabat, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Pelanggaran terhadap ketentuan di atas, merupakan bentuk palanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu kada sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Pelanggaran administrasi, apabila Kepala Daerah yang melakukan pelanggaran merupakan calon petahana.

Bahkan di dalam ketentuan pasal 71 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 secara tegas disebutkan, bahwa calon petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) atau KPU Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota).

Sedangkan pelanggaran pidana dapat juga dikenakan kepada Kepala Daerah petahana maupun non petahana, termasuk penjabat kepala daerah yang melanggar ketentuan di atas. Hal ini diatur di dalam pasal 190 UU Nomor 1 Tahun 2015 pasal 190, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, maka per tanggal 22 Maret 2024, Kepala Daerah dan/atau penjabat Kepala Daerah pada daerah yang akan melaksanakan Pemilu Kada serentak tahun 2024, dilarang mengangkat pejabat kecuali telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Menariknya ialah, Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor, pada saat melantik ratusan ASN pada 22 Maret 2024 yang lalu, ternyata belum mengantongi surat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Bahkan sampai dengan terbitnya Surat dari Menteri Dalam Negeri yang menjelaskan lebih rinci menyoal batas waktu yang diberikan kepada kepala daerah untuk melakukan penggantian pejabat, yang berimplikasi kepada terbitnya SK pembatalan pada 5 April 2024.

Tidak cukup berhenti sampai di sini, polemik berikutnya ialah tatkala terbit surat dari Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang ditandatangani oleh Sekda Kabupaten Sidoarjo, Fenny Apridawati, tertanggal 16 April 2024, perihal Pembatalan Pengangkatan dalam Jabatan.

Isi dari surat tersebut ialah menyampaikan kepada seluruh Kepala Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, bahwa SK pembatalan Bupati Sidoarjo Nomor 821.2/815/438.1.1/2024 tertanggal 5 April 2024, mulai berlaku sejak tanggal 19 April 2024.

Hal ini merujuk kepada diktum kedua yang tercantum di dalam SK Pembatalan tersebut, yang menyebutkan bahwa “Dengan pertimbangan kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, keputusan pembatalan berlaku sejak tanggal 19 April 2024.

Yang menarik perhatian publik berikutnya ialah 2 hari setelah surat Sekda di atas, yakni pada tanggal 18 April 2024, Sekda Kabupaten Sidoarjo, Fenny Apridawati, kembali menerbitkan surat Nomor 800/4239/438.6.4/2024, perihal Pelaksanaan Pembatalan Pengangkatan dalam Jabatan.

Substansi dari surat tersebut menganulir surat sebelumnya yang menegaskan bahwa SK pembatalan mulai berlaku sejak tanggal 19 April, diubah menjadi berlaku sejak tanggal 30 April 2024. Alasan yang digunakan pun tidak ada landasan hukum yang bisa dijadikan rujukan pembenar.

Melalui pemberitaan media, Fenny Apridawati selaku Sekda Kabupaten Sidoarjo mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan penundaan pemberlakuan SK pembatalan hingga tanggal 30 April 2024, disebabkan karena adanya masukan dari bawah, terutama dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo yang pada pelantikan tanggal 22 Maret 2024 lalu, banyak dari guru-guru yang dipromosikan menjadi Kepala Sekolah dan sudah terlanjur mengadakan syukuran.

Apabila dilihat dari perspektif ilmu administrasi publik, surat Sekda Kabupaten Sidoarjo Nomor 800/4239/438.6.4/2024 tanggal 18 April 2024 tersebut di atas, tidak dapat dilaksanakan karena tidak berlandaskan atas hukum. Di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, telah disebutkan secara tegas bilamana Keputusan diberlakukan dan dibatalkan.

Pada pasal 57, disebutkan bahwa Keputusan berlaku pada tanggal ditetapkan, kecuali ditentukan lain dalam Keputusan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Keputusan.

Ketentuan pada pasal ini, cukup untuk dijadikan landasan hukum pada diktum kedua SK Pembatalan Nomor 821.2/815/438.1.1/2024 tanggal 5 April 2024 yang menyebutkan bahwa “Dengan pertimbangan kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, keputusan pembatalan berlaku sejak tanggal 19 April 2024”.

Berikutnya, pada pasal 66 ayat (1) menyebutkan bahwa, Keputusan hanya dapat dibatalkan apabila terjadi cacat wewenang, cacat prosedur, dan/atau cacat substansi. Sedangkan pasal 66 ayat (2) secara tegas menyebutkan bahwa Keputusan yang dibatalkan, harus ditetapkan Keputusan yang baru.

SK Bupati Sidoarjo tentang pengangkatan dalam Jabatan yang kemudian dijadikan sebagai dasar diadakannya pelantikan sebanyak 495 ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 22 Maret yang lalu, mengalami cacat prosedur karena bertentangan dengan pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diulas terdahulu.

Selain itu, terbitnya Surat Menteri Dalam Negeri RI Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024 perihal Kewenangan Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian, sudah cukup untuk dijadikan alasan pembatalan.

SK pembatalan Nomor 821.2/815/438.1.1/2024 tanggal 5 April 2024, juga telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah diatur di dalam pasal 66 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yakni Keputusan pembatalan dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukannya alasan pembatalan.

Dengan catatan, alasan pembatalan yang digunakan ialah Surat Menteri Dalam Negeri RI Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024 perihal Kewenangan Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian. SK Pembatalan yang diterbitkan pada tanggal 5 April ialah batas akhir 5 (lima) hari kerja setelah terbitnya Surat Menteri Dalam Negeri di atas.

Kembali kepada surat Sekda Kabupaten Sidoarjo Nomor 800/4239/438.6.4/2024 tanggal 18 April 2024. Terhadap substansi surat tersebut, sama sekali tidak ditemukan alasan pembenar yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan, baik Undang-undang Pilkada, maupun Undang-undang Administrasi Pemerintahan yang telah diulas di atas.

Dengan demikian, atas dasar pelaksanaan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), dapat diambil kesimpulan bahwa surat Sekda Kabupaten Sidoarjo Nomor 800/4239/438.6.4/2024 tanggal 18 April 2024 tersebut tidak dapat dilaksanakan. Sehingga pemberlakuan SK pembatalan tetap dimulai sejak tanggal 19 April 2024, sebagaimana pada diktum kedua SK Pembatalan Nomor 821.2/815/438.1.1/2024 tanggal 5 April 2024. (*)

Sumber : WartaTransparansi.com

COPYRIGHT © 2024 WartaTransparansi.com

Exit mobile version