Setuju Proposal Kenegaraan DPD RI, Akademisi Dorong Pilpres Diselenggarakan di MPR

Setuju Proposal Kenegaraan DPD RI, Akademisi Dorong Pilpres Diselenggarakan di MPR

“Khususnya Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan kedaulatan ekonomi rakyat,” tegas Ichsanuddin.

Narasumber lainnya, Dr Abdy Yuhana yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan menilai bahwa bukan hal tabu konstitusi untuk diamandemen. Berkaca pada sejarah pasca-kemerdekaan, Indonesia pernah berada dalam situasi tersebut. Sebelum akhirnya pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit kembali kepada UUD 1945 naskah asli.

“Berkaca pada sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan, maka tidak ada yang tak mungkin untuk mengubah sejarah menjadi lebih baik. Konstitusi dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya. Itulah adagiumnya. Konstitusi kita dibuat oleh para pemikir bangsa dengan visi yang sangat baik. Sementara saat amandemen 1999-2002, kita tidak tahu siapa saja yang merumuskan konstitusi itu,” tutur Abdy.

Sementara Koordinator Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Dr Nia Kania Winayanti lebih menekankan agar perbaikan dan penyempurnaan sebagaimana proposal tawaran Ketua DPD RI dilakukan dengan baik dan benar. Ia tak mau sejarah kembali terulang, di mana MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara justru menjelma menjadi alat legitimasi Presiden, bukan alat kontrol Presiden.

“Berubahnya UUD akan berimplikasi pada perubahan struktur ketatanegaraan kita. Proposal usulan DPD RI tak masalah dari aspek kajian dan akademis. Tapi kita juga perlu memetakan posisi dan kedudukan MPR RI, agar jangan sampai dia menjadi alat politik kekuasaan politik seperti masa Orde Baru,” tutur Nia.

Sebagai inisiator kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya diperbaiki dan disempurnakan dengan teknik adendum, Ketua DPD RI menawarkan lima proposal kenegaraan yang telah dipublikasikan. Puncaknya disampaikan dalam pidato Ketua DPD RI saat Sidang Bersama MPR, DPR dan DPD RI pada tanggal 16 Agustus 2023.

Lima proposal kenegaraan itu di antaranya adalah proposal pertama, mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang
menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat
sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.

Kedua, membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal
dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari
anggota partai politik, sebagai bagian dari upaya untuk memastikan
bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan
masyarakat non partai.

Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan
bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.

Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial
Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot
kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.

Keempat, memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.

Kelima, menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.

Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero. Turut mendampingi Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol dan Kepala Kantor Wilayah DPD RI Jawa Barat, Herman Hermawan.

Hadir pula Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat, Dr Muhammad Budi Djatmiko, Rektor Universitas Pasundan yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jawa Barat, Prof Eddy Jusuf beserta jajaran, Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, Prof Didi Turmudzi, Ketua Umum Gerakan Bela Negara (GBN) Brigjen TNI (Purn) Hidayat Purnomo, Ketua Program Magister Ilmu Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Pasundan, Yaya Mulyana Abdul Azis, Para Mahasiswa Pascasarjana (S3 dan S2 Hukum) Universitas Pasundan dan seluruh tamu undangan lainnya.(*)