“Karena Yogyakarta itu tidak hanya sesar opak saja yang jadi masalah, ada juga gunung Merapi yang sangat aktif, dan kemungkinan terjadi tsunami di mana letak Yogyakarta berdekatan dengan samudera Hindia. Oleh karena itu tempat ini (Yogyakarta) sangat ideal untuk diselenggarakan simulasi penanggulangan bencana ini,” ungkap Muhadjir.
Selanjutnya ia mengatakan, simulasi secara rutin melatih masyarakat perlu dilakukan terus menerus agar tidak mengalami kebingungan akibat kurang mengerti saat terjadi bencana. Sekaligus untuk terus meningkatkan ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resilience).
Konsep ketangguhan yang berkelanjutan dikembangkan oleh Indonesia ini sudah diadosi dan dikembangkan oleh negara-negara lain.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BNPB menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan resiliensi sangat diperlukan. Negara-negara di ASEAN dapat saling bertukar nilai, ilmu, serta pengalaman terutama terkait kebencanaan yang melibatkan sipil-militer, menuju One ASEAN, One Response.
“Terkait penanggulangan bencana, kita telah bekerjasama dengan seluruh negara yang ada di wilayah ASEAN ini. Semuanya sudah terjalin betul saling membantu jika terjadi bencana di negara-negara kawasan Asia Tenggara,” tuturnya. (*)