SURABAYA – Pergeseran pakem yang terjadi pada kesenian ndolalak membuat resah para pemerhati kebudayaan. Pasalnya, pergeseran pakem itu justru merusak citra ndolalak yang merupakan kesenian tradisional warisan leluhur. Kesenian ini asli Purworejo yang juga berkembang di wilayah eks Keresidenan Kedu dan Banyumas serta pernah eksis di wilayah Blitar, Jawa Timur.
Azhadiyanti, pemerhati budaya Jawa dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan salah satu pergeseran pakem yang ia nilai fatal adalah sebagian sanggar melakukan modifikasi kostum. Salah satunya celana penari berada di atas lutut atau bercelana pendek, sehingga mengandung unsur pornografi. Selain itu, gerakan penari juga sangat atraktif sehingga terkesan erotis.
“Padahal kesenian ndolalak ini bukan sekedar tarian yang diciptakan oleh para leluhur tapi mengandung unsur norma adat dan agama. Karena itu ditampilkan dalam acara yang sakral seperti ritual pengobatan dan pemberkatan,” tutur perempuan yang akrab disapa Yanti itu, Rabu (26/2).
Yanti menambahkan, pada perkembangannya saat ini ndolalak justru kerap ditampilkan dengan iringan musik dangdut koplo. Karena itu marwah dari kesenian ndolalak seolah luntur karena komersialisasi budaya.
Melihat fakta tersebut, Yanti yang berdarah Purworejo ini mengaku prihatin. Sebab kesenian luhur yang diwariskan para pendahulu itu, kini citranya rusak oleh segelintir orang yang mencari keuntungan dengan mengkomersilkan ndolalak.





