SURABAYA (Watatransparansi.com) – Bimbingan Teknis Jurnalis Dewan Surabaya (Judes) di hadiri puluhan wartawan dari berbagai media di Obis Camp Jatijejer, Trawas, Mojokerto pada Jumat sore (13/12/2024). Walau diguyur hujan deras, acara tersebut berlangsung ganyeng dan bersahabat.
Bimtek yang menampilkan Drs H Imam Syafi’i, SH, MH, warrtawan senior, dan politisi Partai Nasdem yang kini menjadi Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya. Eko Widodo, Reporter Arek TV yang juga Wakil Sekretaris II PWI Jatim. Serta, Inyong Maulana dari Harian Bangsa. Dengan semangat memberi materi tentang etika profesi wartawan.
Inyong Maulana menyatakan, pertemuan para anggota Pokja Judes dalam acara Bimtek ini merupakan wujud nyata kebersamaan anggota Jurnalis Dewan Surabaya di sela – sela kinerjanya di lingkungan DPRD Kota Surabaya. Hal ini menunjukkan eksistensi Jurnalis Dewan Surabaya di DPRD Kota Surabaya. Dengan gelaran Bimtek ini tentunya akan banyak membawa manfaat bagi setiap anggota.
Selaku Ketua Pokja Judes, Inyong Maulana menekankan pentingnya kebersamaan di dalam suatu kinerja jurnalis, karena diantara para jurnalis pun tidak jarang terjadi perselisihan pendapat, adu ide dan adu gagasan. Filosofinya, bagaimana eloknya insan jurnalis itu setelah melampiaskan beda pandangan namun tetap berkumpul kembali dalam kesatuan misi dan visi kelompok kerja Jurnalis Dewan Surabaya. Bahwa perbedaan pendapat dan gagasan itu adalah sesuatu hal yang “lumrah”.
“Seperti pada permainan Airsoft Gun alias tembak – tembakan di arena ala medan perang, yang baru saja kita lakukan di Obis Camp Jatijejer, Trawas, ini. Setelah berhadapan seolah lawan dan adu saling tembak, kita berkumpul lagi dan berkelakar lagi,” ucap Inyong.
Di sisi lain, Imam Syafi’i, mengungkapkan suatu ketepatan mewawancarai langsung kepada nara sumber sesuai misi pemberitaan itu penting. Untuk memperluas wawasan, seorang wartawan harus banyak membaca, rasa ingin tahunya harus besar, dan tidak boleh berhenti belajar.
Ia melanjutkan, Wartawan harus meningkatkan kemampuannya agar setara dengan narasumber, itu penting.
Sebagai insan jurnalis, tugas kita adalah bagaimana mencari kebenaran dan melaporkan kebenaran itu sebenar – benarnya. Memang hal ini tidak mudah, namun penting agar informasi media kita itu tidak menyesatkan di masyarakat.
Ia mengingatkan, tentang liputan demo, wartawan hendaknya hati – hati terhadap demo bayaran. Ironisnya lagi, kelompok profesi yang dulu anti dibayar kini juga ikut- ikutan. Terbukti mendapatkan bayaran juga.
Sekarang kita lihat opini di seluruh media. Media memang banyak ragam,tergantung siapa pemiliknya. Tapi Ketika mayoritas media memberitakan sesuatu dengan angle yang sama itulah realitas yang ada di masyarakat yang kita sebut sebagai alarm social.
Imam menginginkan wartawan di DPRD Surabaya memberikan “nilai rapot” terhadap anggota dewan.
“Mas Inyong, anggota DPRD itu sampean kasih raport. Tentu dengan penilaian yang obyektif dan akurat, dan melibatkan para pihak yang berintegritas diluar untuk sama – sama menilai,” tuturnya kepada Ketua Pokja Judes, Inyong Maulana.
Imam mengaku, terus terang, kami sebagai anggota dewan yang mempunya fungsi pengawasan, itu merasa kalau tidak diawasi bisa keluar dari rel.
“Kami juga ingin diawasi. Jadi kalau ada rapot itu kan lebih menarik.
Kedepan, jurnalisme itu akan menjadi piece journalism atau jurnalisme damai,” katanya.
Politisi Nasdem ini berharap bahwa jurnalisme itu lebih memilih fakta. Namun, tidak semua fakta itu harus disampaikan, akan tetapi fakta itu dipilih untuk disampaikan agar tercipta kondisi yang tetap harmonis dan mendorong seorang anggota dewan yang masih ‘malu – malu’ menjadi berani tampil. Makanya diharapkan wartawan di dewan lebih aktif lagi.
Eko Widodo menyoroti banyaknya wartawan dadakan, yang tidak memiliki latar belakang sebagai seorang jurnalis. Karena keberadaan mereka menimbulkan berbagai permasalahan. Walaupun sudah ada rambu – rambu KEJ (Kode Etik Jurnalistik) dan UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Eko menambahkan, HPN tahun 2010 di Palembang moment Presiden Susilo Bambang Yudoyono meluncurkan ‘Piagam Palembang’ untuk meningkatkan SDM para pekerja jurnalistik. Hal ini disepakati oleh segenap organisasi wartawan seperti PWI, AJI, dan lainnya. Sedangkan di daerah – daerah di bawah naungan Dewan Pers sepakat mendirikan SJI alias Sekolah Jurnalistik Indonesia. Hingga kini Dewan Pers tak putusnya mendongkrak profesionalisme para wartawan, dengan meluncurkan UKW (Uji Kompetensi Wartawan). (dji)