Peringatan HSN Tampilkan Drama Kolosal Resolusi Jihad NU

Peringatan HSN Tampilkan Drama Kolosal Resolusi Jihad NU
Drama kolosal resolusi jihat NU di munumen Tugu Pahlawan Surabaya

Surabaya (Wartatransparansi.com) – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang digelar PCNU Surabaya di Tugu Pahlawan dihadiri ribuan warga Surabaya, Selasa (22/10/2024) malam. Selain istigosah dan doa bersama, HSN pentaskan Drama Kolosal bertajuk “Resolusi Jihad fii Sabilillah”.

Drama Kolosal yang naskahnya disusun berdasarkan buku “Sejarah Resolusi Jihad NU, Perang Sabil di Surabaya Tahun 1945” karya Riadi Ngasiran. Sejarawan NU ini, sekaligus sebagai Supervisor Naskah yang disutradarai Heri Prasetyo Lentho, bersama Khwarizmi Aslamriadi, aktivis Teater Hampa dan Lesbumi NU Kota Malang sebagai Asisten Sutradara.

Didukung para seniman Nahdliyin, serta para aktivis Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) NU di Surabaya. Drama kolosal juga melibatkan para santri dan murid-murid Madrasah dan sekolah di lingkungan Lembaga Pendidikan Ma’arif Kota Surabaya.

Ketua PCNU Surabaya, Ir H Masduki Toha menuturkan sangat berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung terselenggaranya acara tersebut. Ia menambahkan, berkat kekompakan warga nahdliyin dan para pengurus PCNU Surabaya, rangakaian peringatan HSN sejak beberapa hari berselang hingga puncak acaranya bisa terlaksana dengan lancar.

Gus Duki, sapaan akrab mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya ini mengaku bersyukur PCNU diberi kepercayaan lebih oleh PBNU untuk menggelar berbagai kegiatan memeriahkan HSN. Termasuk mementaskan drama kolosal.

“Kami mendapat amanah PBNU untuk mementaskan Drama Kolosal menandai peristiwa bersejarah Resolusi Jihad NU, tanggal 22 Oktober 1945, yang kini ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional,” tuturnya.
Gus Duki, PCNU Surabaya ini mengatakan, selain dara kolosal HSN juga me-launching website pesantren surabaya yang digawangi oleh Lembaga Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI).

“Ini sebuah langkah progresif dimana kalangan nahdliyin sudah cukup melek dengan perkembangan teknologi dan akan terus kita kembangkan,” ungkapnya.

Gus Duki menyampaikan, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya, melakukan rangkaian berbagai aktivitas, mulai ziarah muassis (pendiri) NU dan Pejuang Kemerdekaan di Surabaya. bakti sosial, talk show tentang hukum dan keluarga masalah yang dilaksanakan lembaga-lembaga dan badan otonom (Banom) di lingkungan PCNU Kota Surabaya.

“Kami berharap semua warga bangsa dan anak bangsa, tetap berani membela kepentingan bangsa dan negara di masa kini dan masa mendatang. Identitas sebagai bangsa yang merdeka harus menjadi bagian inspirasi kita berjihad di medan pengabdian di masyarakat,” tutur Gus Duki.

Menurut Riadi Ngasiran, yang juga Tim Kerja Prasasti Monumen Resolusi Jihad NU di Surabaya, peringatan Hari Santri Nasional sebagai bagian penting menanamkan nilai-nilai sejarah bagi masyarakat, terutama generasi muda.

“Dengan penanaman nilai-nilai sejarah itu, kelak masyarakat dan generasi muda paham akan eksistensi dan hati dirinya sebagai bangsa yang merdeka,” tutur Tim Kerja Museum Nahdlatul Ulama ini.

Dijelaskan dalam buku “Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Perang Sabil di Surabaya Tahun 1945”, tentang rentetan Resolusi Jihad NU hingga terjadinya Pertempuran 10 November 1945 yang menghebohkan dunia.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, tak lepas dari peran serta pelbagai elemen masyarakat secara luas, termasuk di antaranya kaum santri, kiai dan orang-orang pesantren. Mereka secara organik tergabung dalam Laskar Hizbullah (beranggotakan santri), Laskar Sabilillah (beranggotakan kiai-kiai), yang terpanggil atas adanya Fatwa Jihad dari Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi pijakan keputusan PBNU ketika mengeluarkan Resolusi Jihad NU pada tanggal 22 Oktober 1945.

Laskar Hizbullah merupakan laskar beranggotakan santri, yang ketika zaman pendudukan Jepang (1944) telah dilatih dan digembleng di Cibarusah, dekat Bogor, seiring dengan terbentuknya tentara Pembela Tanah Air (PETA). Sehingga, ketika Bumi Pertiwi Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 mengalami ancaman dari Sekutu yang diboncengi tentara NICA (Belanda) maka darah para santri pun mendidih bersama Arek-Arek Surabaya.

Keterikatan spiritual antara Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari (Bapak Umat Islam Indonesia) dan Resolusi Jihad NU adalah panggilan berjihad dan Perang Sabil para santri bersama kiai pesantren. Bung Tomo dalam setiap pidato diradio yang meledak-ledak untuk mengobarkan semangat juang Arek-Arek Surabaya, selalu diawali bacaan Basmalah (Bismillahirrahmanirrahiim) dan Takbir (Allahu akbar) tiga kali.

Resolusi Jihad NU yang terbit pada tanggal 22 Oktober 1945 — kini menjadi momentum peringatan Hari Santri Nasional, menjadi katalisator Perang Sabil bagi kaum santri dan orang-orang pesantren pada Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. (*)