PASURUAN (WartaTransparansi.com) – Suhu geopolitik jelang pelaksanaan Pilkada (Pilgub, Pilbup dan Pilwali) serentak 2024, semakin meningkat dan tak terkecuali di wilayah Kab. Pasuruan.
Paslon Mudah (akronim Gus Mujib-Ning Wardah) dan paslon Rubih( Mas Rusdi-Gus Shobih), semakin intens turun ke sejumlah kantong massa untuk mendulang dukungan masyarakat.
Dari data yang berhasil dihimpun WartaTransparansi.com, setidaknya paslon dalam sehari rata-rata mengunjungi kantong-kantong massa sebanyak 20 hingga 40 tempat.
Tak hanya sebatas itu saja, di sejumlah WAG, semisal WAG Pasuruan Demokrasi yang berjumlah 330 anggota,Save Pasuruan, Pasuruan Solution yang didalamnya beranggota para politisi, pegiat sosial APH,tokoh agama dan akademiSI serta ASN ini tak luput dari hingar bingar pesta demokrasi 5 tahunan. Para pendukung dan tim sukses paslon baik Mudah dan Rubih memposting vidio,foto dan artikel serta slogan terkait paslon yang di dukungnya.
Namun pada beberapa hari terakhir ini, di WAG tersebut sedang tranding topik terkait riwayat pendidikan para paslon yang akan maju diperhelatan memperebutkan kursi N1 (nama lain kursi kerja Bupati Pasuruan).
Dalam postingan yang dikirim salah satu anggota WAG (Minggu malam,6/10/24) menampilkan riwayat masing-masing calon,yang mana paslon Mudah memiliki riwayat pendidikan yang mentereng dengan gelar akademis “Master” (S2), sedangkan paslon Rubih hanya sebatas lulusan SMA.
Tak hayal dalam kurun waktu 1menit sejak diposting, lebih dari 112 komentar. Bahkan hingga berita ini ditulis Kamis (10/10/24) terkait postingan tersebut telah menembus angka 13 ribuan komentar di WAG Pasuruan Demokrasi.
Saat hal ini coba mintakan tanggapan secara obyektif pada salah satu tokoh pergerakan Pasuruan Raya, Lujeng Sudarto menyebut “didalam aturan KPU,bahwa untuk ijasah minimal bagi calon bupati dan wakil bupati adalah SMA. Jadi sangat tidak elok jika ada komentar atau keberadaan seseorang (pendukung paslon) yang menafiskan bahwa calon bupati atau wakil bupati berijasahkan SMA tidak layak mencalonkan diri atau bahkan keberadaannya dipakai untuk propaganda (hate speech) menjatuhkan paslon tertentu.
Memang benar bahwa dengan berpendidikan tinggi akan mendapatkan kredit poin tersendiri serta memiliki wawasan yang cukup luas.
Sebaiknya strata pendidikan tidak dijadi bahan untuk menjatuhkan paslon lain. Di luaran sana tak sedikit orang yang berpendidkan non sarjana, akan tetapi bisa berhasil dan bahkan menjadi pejabat publik yang suskses.
Artinya bahwa tidak ada jaminan sukses berdemokrasi yang santun tertib dan tidak menyebarkan aroma perpecahan. Mendukung paslon merupakan hal yang lumrah dalam kultur demokrasi. Artinya, memang benar bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang kans untuk sukses sangat terbuka,”tutur Lujeng.
Ditambahkan pula, sesorang menjadi sukses memang tidak hanya menyandang gelar akademik dari pendidikan formal saja. Karena diluaran sana banyak kisah inspiratif orang-orang sukses yang tidak menyelesaikan sekolah seperti orang umum. Bahkan kita sering mendengar atau melihat cerita orang sukses hanya berpendidikan setingkat SMP,SMA bahkan drop out dari kampus, semisal Bill Gates,Stave Jons,Mark Zuckerberg.
Dari dalam negeri ada Susi Pujiastuti mantan menteri kelautan, Wapres Adam Malik tak lulus SMP, Bob Sadino owner PT.Kemfood perusahan pelopor daging olahan di Indonesia, Eka Cipta Widjaya pendiri kerajaan bisnis PT.Sinas Mas group dan banyak lagi jika disebutkan orang-orang sukses yang hanya berpendidikan SD,SMP dan SMA,”pungkas Direktur Pusat Advokasi Kebijakan ini.
Disisi lain, Joko Tetuko Abdul Latif seorang Ahli Informasi Publik dan Ahli Pers Nasional, menuturkan,
” tidak benarlah bahwa jika ada seseorang menyampaikan bahwa menjadi seorang calon bupati atau wakil bupati harus memiliki gelar akademik yang mentereng. Jika pendidikan formalnya sudah sesuai dengan ketentuan PKPU berarti paslon tersebut sah sebagai calon bupati,walikota,gubernur ataupun presiden.
Ambil contoh almarhum KH.Abdur Rahman Wahid beliau ini ijasah formalnya hanya SMA namun menjadi mercusuar dunia dengan pemikiran pluralismenya dan menjadi Presiden RI ke 4.
Gus Dur pernah mengenyam kuliah di Unsuri namun tidak sampai lulus. Akan tetapi beliau diakui sebagai salah satu dari sekian tokoh dunia. Jadi intinya jangan memandang rendah seorang dari ijasahnya atau tidak memiliki gelar akademik,”pria yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pelatihan Serikan Media Siber Indonesia (SMSI) dan Penguji Kompentensi Wartawan Indonesia ini. (*)