KEDIRI (WartaTransparansi.com) – Praktisi hukum Bagus Wibowo SH, MH, menyoroti tindakan kesewenangan salah satu perusahaan sektor jasa perhotelan di Kota Kediri yang diduga telah menahan ijazah dan tidak membayar sisa gaji Ahmad Nur Rosyid, mantan karyawan yang sudah mengundurkan diri.
Menurut Bagus Wibowo, bahwa tindakan penahanan ijazah oleh perusahaan telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Kediri nomer 1 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan, pasal 44.
Perda ini secara jelas melarang perusahaan menahan dokumen pribadi karyawan sebagai bentuk jaminan. Praktik ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merugikan hak-hak pekerja.
“Pasal 44 telah disebutkan, pengusaha dilarang menahan atau menyimpan dokumen asli yang sifatnya melekat pada pekerja sebagai jaminan,” kata Bagus, Rabu (5/6/2024).
Pria yang juga menjabat sebagai sekretaris KNPI Kota Kediri ini mengatakan, Perda ini secara khusus melarang praktik-praktik yang merugikan pekerja, termasuk penahanan ijazah dan dokumen pribadi lainnya. Bahkan, jika terbukti melanggar Perda tersebut dapat dikenakan sanksi pidana yang telah diatur dalam Perda tersebut.
“Ada sanksi pidananya juga termaktub dalam pasal 81 ayat 1 berbunyi barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 44, pasal 48, pasal 66 ayat 6 dan pasal 72 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta rupiah,” ungkap Bagus.
Seperti diberitakan, mantan karyawan Ahmad Nur Rosyid mengungkapkan bahwa ijazah SMK miliknya ditahan oleh pihak hotel sejak awal masuk kerja sebagai persyaratan kerja.
Ia mengaku hanya bekerja selama lima bulan dari kontrak kerja satu tahun yang telah disepakati bersama pada sebuah Hotel yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso Kota Kediri.
“Saya disodori selembar kontrak kerja oleh pihak hotel, dan saya tidak menerima salinan asli maupun fotokopi kontrak tersebut ketika itu,” kata Rosyid, Selasa (4/6/2024) malam.
Kejadian ini membuat pria asal Desa Sidomulyo, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri merasa kesal dan kecewa atas perlakuan yang tidak adil yang dialaminya.
Rosyid bercerita pada awalnya, digaji Rp. 1 juta per bulan selama dua bulan pertama. Namun, memasuki bulan ketiga, gajinya tiba-tiba dipotong menjadi Rp. 750 ribu. Situasi semakin memburuk ketika dua bulan terakhir ia bekerja, gajinya sama sekali tidak diberikan oleh pihak hotel. (*)