“Niat Ingsun” Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (16)

“Niat Ingsun” Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (16)
Wina Armada Sukardi

Oleh Wina Armada Sukardi 

SELAMA ini hamba hampir tidak pernah melihat dirinya ketika sholat subuh di mesjid. Rasa-rasanya dia bukanlah jemaah sholat subuh, setidaknya di mesjid dekat rumah hamba .Makanya hamba tak dapat mengenalinya.

Namun, alhamdullilah, belakangan ini, hamba malah selalu melihat dirinya rajin ikut sholat subuh ri mesjid. Kalau hamba melihat ke arahnya, terkadang dia tersenyum ke hamba. Mau tak mau hampa pun balik tersenyum kepadanya.
Tak hanya itu, beberapa hari kemudian dia malah sudah sholat dekat hamba. Tentu , jika ada orang yang menjadi ”anggota baru” jemaah sholat subuh di mesjid, hamba ikut senang , karena berarti tambah lagi manusia pencinta Allah, pencita sholat subuh di mesjid.

Setelah sekitar dua minggu terus menerus sholat subuh di mesjid, sewaktu bubar sholat subuh, dan sudah di depan perkarangan mesjid mengambil mengambil sandal, seorang tetangga memperkenal dirinya kepada hamba. Kami pun saling bersalaman. Kami ngobrol-bgobrol sejenak sebelum pulang ke rumah.

Tahulah hamba dia tinggal masih satu RW dengan hamba. Dia pensiunan PNS dan kini memiliki beberapa rumah kontrakan.
Mungkin inilah salah satu gunanya sholat subuh di mesjid: memperoleh teman baru. Apalagi lebih kesini, dia juga beberapa kali jika sholat subuh di mesjid, sudah duduk bersebelahan dengan hamba.

Beberapa hari setelah orang yang memperkenalkannha kepada hamba, seusai sholat subuh seperti pertenua pertama sebelumnya, menjelaskan, jemaah baru sholat subuh berjmaah di mesjid ini berminat membeli salah satu tanah milik hamba.

Memang kebetulan manakala anak gadis hamba masih SMA, dia termasuk “Abas” alias “Anak Basket. “ Untuk latihannya kebetulan saat itu ada sebuah rumah tetangga yang letaknya sangat dekat dengan rumah hamba , mau dijual, dan pas hamba pun sedang diberikan rejeki oleh Allah.

Singkat cerita, lantaran antara pemiliknya dengan hamba sudah saling mengenal, perundingan berjalan lancar. Sebagai sesama tetangga, waktu itu hamba memberikan harga yang memadai buat dirinya. Dalam artian, harganya sedikit di atas rata-rata nilai pasar. Memberikan rezeki ke tetangga merupakan hal yang membahagiakan hamba.

Setelah rumah itu hamba beli, bangunanya lantas hamba hancurkan. Lantainya hamba perkuat dan pleaster dengan semen. Di ujung kiri kanan, hamba pasang ring basket. Jadi sebuah lapangan basket. Disitulah anak gadis hamba sering berlatih basket.

Begitulah mungkin cinta seorang ayah kepada anak gadisnya. Sepanjang mampu, dan memberikan kegiatan yang positif, apapun yang diperlukan sang anak gadis, sejauh mungkin bakal dipenuhi ayahnya.

Hal yang sama terjadi pada diri hamba. Lantaran sewaktu SMA anak gadis hamba hobby maun basket, sebagai Ayah yang kebetulan saat itu diberikan kemampuan, hampa pun menyediakan lapangan basket buat anak gadisnya.