Pentingnya Me-refresh Niat Puasa Ramadhan

Kajian Ramadhan ini diasuh oleh Univ. Darul Ulum Jombang, hari ke 13

Pentingnya Me-refresh Niat Puasa Ramadhan
Dr H Abdul Rouf, MAg

Oleh : Dr. H. Abdul Rouf, MAg

(Universitas Darul Ulum Jombang)

Ketika kita ingin bertanya kepada diri sendiri dan kepada orang lain, sudah berapa kali puasa Ramadhan? Sudah berapa kali bertemu dengan bulan Ramadhan? Tentu kita bisa menghitung.

Jika kewajiban menjalankan puasa bagi seorang mumin adalah ketika seseorang sudah memasuki masa baligh (14 tahun bagi seorang laki-laki dengan ditandai keluarnya air mani dan 14 tahun bagi seorang perempuan yang ditandai dengan menstruasi), maka kita bisa menemukan jawaban, berapa kali kita telah menjalankan dan menemui puasa Ramadhan.

Ketika saat ini usia seseorang memasuki usia emas,, lima puluh tahun, maka ia telah melaksanakan puasa bulan Ramadhan sebanyak tiga puluh enam kali bagi laki-laki.

Dengan dasar sedehana ini, kita bisa menghitung dan mengintrospeksi diri, berapa kali puasa Ramadhan yang pernah kita lakukan, dan bagaimana pengaruh puasa pada diri, dan ketaqwaan kita. Yang paling mengerti tentang jawab ini adalah diri kita masing-masing dan orang yang paling dekat di sisi kita.

Puasa secara bahasa adalah: al-imsaak wa al-kaffu anisysyaa: menahan, mengendalikan, ngempet: ngeker untuk melakukan sesuatu. Puasa secara istilah syariat adalah: pengendalian diri dari perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa dengan niat yang dilakukan oleh orang yang berpuasa,sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.

Atau pengendalian diri atas dua bentuk keinginan yang kuat yaitu yang berhubungan dengan perut (al-bathn) dan alat kelamin (al-farj) di siang hari (sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.

Menurut ulama al-Malikiyyah dan al-Syafiiyyah, bahwa rukun puasa ada dua, yaitu:

a. al-imsak an syahwatay al-bathn dan al-farj, yaitu mengendalikan diri dari keinginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan perut yang berupa lapar atau haus, dan kebutuhan seks; dan

b. al-niyyat; bersengaja untuk melaksanakan puasa.
Niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah i’tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa.

Imam Syafii sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678). Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut. Talaffudh berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.

Niat adalah keinginan dalam hati untuk melakukan sesuatu tindakan yang ditujukan kepada Allah semata. Menurut Dr. Wahbah al-Zuhaily dalam kitab (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678), niat: ‘azm al-qalbi ala iijadil fili jazman biduuni taraddudin, litamyiiz al-ibadat an al-adat, yaitu: keinginan yang kuat dari dalam hati, untuk merealisasikan dalam perbuatan. dengan penuh keyakinan tanpa ada keraguan dalam pelaksanaannya, untuk membedakan antara perbuatan yang bernilai ibadah dan adat kebiasaan.

Sehingga dalam niat berpuasa terdapat dua yang sangat penting, yaitu: