SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Media pers dan media non pers karya dari Jejaring Panca Mandala (JPM) diharapkan menjaga pers Pancasila.
“Ada beberapa indikator pers Pancasila. Pertama, tidak menebarkan kebencian. Kedua, tidak memprovokasi. Ketiga, tidak menciptakan konflik SARA. Empat, menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara. Lima, komitmen menegakkan kebenaran dan keadilan tapi tidak mengeksploitasi kasus,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Antonius Benny Susetyo.
Saat menyampaikan materi media dalam era digital dan teknologi informatika, di Hotel Grand Dafam Surabaya, Selasa siang (26/7/2022), Romo Benny menegakan bahwa Pers Pancasila juga tidak mengeksploitasi seksualitas, pornografi, dan berita yang tak rasional.
Menurur dia, ciri pers Pancasila ialah lebih mengutamakan kepentingan umum, bangsa, dan negara.
Harapan ini disampaikan saat menjadi narasumber pada pembekalan calon anggota Jejaring Panca Mandala (JPM) tingkat kabupaten/kota se Jatim.
Romo Benny, yang menyampaikan materi tentang Literasi Digital Pancasila Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi, menjelaskan, ada perbedaan mendasar antara pers Pancasila dengan pers liberal yang berkembang saat ini.
“Pers liberal adalah pers yang mengutamakan kepentingan individu, pemilik modal, dan kepentingan yang memiliki power. Sedangkan pers Pancasila adalah pers yang lebih mengutamakan kepentingan umum, bangsa, dan negara. Karena itu, dalam pers Pancasila nilai-nilai budaya sangat kuat,” kata Romo Benny.
Bahkan, lanjut budayawan yang santun ini, pers Pancasila tak hanya mengedepankan komersil tapi juga menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena itu, kata dia, dalam pers Pancasila bisa memilih berita-berita yang tmengandung SARA (Suku, Ras, Agama, Antar Golongan) dipublikasikan dengan hati nurani dan lebih bijak. “Jangan karena kepentingan news dan bisnis lalu isunya digiring sehingga menimbulkan perpecahan,” tegasnya.
Menurut Benny, dalam pers Pancasila, ada dimensi menjaga keutuhan, kemajemukan, keragaman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pers Pancasila punya dimensi kearifan lokal. Sedangkan pers liberal, yakni pers yang berkembang di era industri, sehingga butuh kecepatan namun kedalaman berita tak begitu penting. “Bahayanya, obyektivitas berita jadi kabur. Dampaknya, akan merusak martabat kemanusiaan,” tegas Benny.
Padahal, pers Pancssila harus menghargai martabat manusia, karena nilai-nilai kemanusiaan itu penting dan harus ada perlindungan . “Kita tidak bisa mengadili seseorang bersalah sebelum ada keputusan bersalah dari pengadilan. Jadi, jangan menggiring opini liar karena tidak mendidik masyarakat,” terangnya.
Romo Benny berharap, ke depan pers lebih hati-hati dan bijak dalam memberitakan sesuatu. Dia juga berharap pers dapat bersinergi dalam membumikan Pancasila. (*)