Jumat, 29 Maret 2024
32 C
Surabaya
More
    Politik PemerintahanHukumRugikan Negara Rp 6,9 T, 5 Eks Pejabat Krakatau Steel Ditahan Kejagung

    Rugikan Negara Rp 6,9 T, 5 Eks Pejabat Krakatau Steel Ditahan Kejagung

    Terkait Korupsi Blast Furnace, Salah Satunya Fazwar Bujang

    JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Kejaksaan Agung Republik Indonesia akhirnya menetapkan 5 eks pejabat PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan anak usahanya menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

    Jaksa Agung ST Burhanuddin, dalam jumpa pers, Senin (18/7/2022), menyatakan, keputusan Kejagung melakukan penahanan merupakan proses panjang dari penyelidikan, penyidikan, dan menentukan para tersangka yang terlibat dugaan korupsi kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS dengan sistem turnkey project (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp 6,9 triliun.

    “Pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan. Hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan. Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp 6,9 triliun,” ungkap Jaksa Agung.

    Dilanjutkan dalam siaran pers Kejagung, kelima tersangka tersebut adalah; mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel Periode 2007-2012 Fazwar Bujang (FB), ASS, Direktur Utama PT Krakatau Engineering Periode 2005-2010 dan Deputi Direktur Proyek Strategis 2010-2015. BP, dirut PT Krakatau Engineering periode 2012-2015. HW alias RH, Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace tahun 2011.

    Terkahir, MR, General Manager Proyek PT Krakatau Steel dari Juli 2013-Agustus 2019, sekaligus juga Project Manager PT Krakatau Engineering Periode 2013-2016.

    “Jadi, Kejagung langsung melakukan penahanan terhadap 5 orang tersangka tersebut untuk mempercepat proses penyidikan,” tandas Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.

    Lanjut Sumedana, FB berstatus menjadi tahanan kota selama 20 hari, mulai 18 Juli hingga 6 Agustus 2022. Sedang, mantan Dirut PT KE berinisial ASS, dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

    Begitu juga MR, BP, dan HW alias RH ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 18 Juli 2022 sampai dengan 6 Agustus 2022.

    Kronologis perkara, tahun 2011-2019, Krakatau Steel melakukan pengadaan pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex yaitu pabrik yang melakukan proses produksi besi cair (hot metal) menggunakan bahan bakar batubara (kokas) untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah.

    “Direksi PT Krakatau Steel tahun 2007 menyetujui pengadaan pembangunan pabrik BFC dengan bahan bakar batubara dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun hot metal. Untuk kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS ini menggunakan sistem turnkey project (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp 6,9 triliun,” ulas Ketut Sumedana.

    Menurut Sumedana, ancaman pidana yang menjerat para tersangka, primair yakni pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 selaras UU No. 20 Tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedang subsidair, pasal 3 jo pasal 18 UU No. 20/2001 jo UU No. 31/ 1999 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Kami telah memeriksa 119 saksi dan penyitaan dokumen terkait perencanaan proyek BFC, pengadaan proyek BFC, pelaksanaan pengerjaan proyek BFC, pembayaran kepada vendor, Pembiayaan oleh bank sindikasi dan dokumen terkait lainnya pada Kantor PT Krakatau Steel di Cilegon Banten dan PT Krakatau Engineering,” ujar Sumedana.

    Tim Penyidik juga telah meminta keterangan dari Ahli Keuangan Negara, Ahli Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Ahli Metallurgy, Iron and Steel Making, Blast Furnace Process, Ahli Blast Furnace, serta Ahli Teknik Sipil dan Manajemen Konstruksi.

    Selain itu, adanya alat bukti surat/dokumen terkait perencanaan dan pelaksanaan terkait proyek BFC. (*)

    Reporter : Makin Rahmat

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan