Presiden juga mengimbau kepada kementerian/lembaga untuk proaktif membuat dan memfasilitasi isolasi mandiri (isoman) bagi pegawainya yang terpapar Covid-19. Pramono memperkirakan setiap kementerian/lembaga atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi 300-500 pasien.
“Untuk itu, dibuat secara baik, dipersiapkan, dan kemudian nanti pemerintah juga bertanggung jawab untuk mempersiapkan seluruh obat-obatan kepada isoman yang akan bergabung itu,” tandasnya.
Seperti diberitakan, rencana vaksinasi berbayar melalui Kimia Farma mendapat banyak penolakan berbagai pihak. Salah satunya Ketua KPK, Firli Bahuri.
Menurut Firli, penjualan vaksin berbayar melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu memiliki risiko tinggi, meski sudah dilengkapi dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.
“KPK tidak mendukung pola VGR melalui Kimia Farma karena efektifitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko,” kata Firli dalam keterangannya, Rabu (14/7/2021).
KPK, menurut Firli, mendorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.
“Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha atau asosiasi,” kata Firli.
Sebelumnya, PT Kimia Farma Tbk sebagai pihak penyedia vaksin gotong royong menunda program vaksin berbayar bagi individu. Sejatinya, program vaksin berbayar ini sudah berjalan sejak Senin (12/7/2021).
Berdasarkan rencana awal, jenis vaksin Covid-19 yang digunakan untuk vaksinasi berbayar sama seperti vaksin gotong-royong perusahaan, yaitu Sinopharm.
Harga beli vaksin dalam program vaksinasi gotong royong individu ini sebesar Rp321.660 untuk satu dosis. Peserta vaksinasi juga akan dibebankan tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Dengan demikian, setiap satu dosis penyuntikan vaksin peserta harus mengeluarkan Rp439.570. Dan total pembayaran untuk satu orang dengan dua kali dosis vaksin yakni sebesar Rp879.140. ***